Jumat, 22 November 2013

ORGANISASI PERS AUDITIF DAN AUDIO VISUAL


ORGANISASI PERS AUDITIF DAN AUDIO VISUAL

Organisasi pers auditif dan audiovisual pada prinsipnya  hamper sama dengan organisasi pers visual (persuratkabaran atau majalah), yaitu pejabat utamanya terdiri dari kepala stasiun atau General Manejer  sebagai pimpinan utama  atau Direktur Utama.  Kepala siaran setara dengan pimpinan redaksi , Kepala Bagian Usaha Setara Dengan Pemimpin Perusahaan Dan Kepala Bagian Mekanik. Adapun perbedaan nama itu menunjukkan adanya modifikasa tugas dan kewajibannya, sesuai dengan tuntunan  sifat dan fungsi medium yang di gunakannya. Pada organisasi pers auditif, yang menggunakan medium radio, kepala siarannya membawahi seksi pemberitaan  (news director), seksi programa (program director), dan seksi operator (music director). Sedangkan Kepala Bagian Usaha  membawahi Seksi Penjualan  (Sales Manajer) dan Seksi Akanting (Accounting) . Bagian Mekanik serupa dengan Bagian Mekanik pada organisasi persuratkabaran, yaitu bertugas  menyediakan dan mengurus segala peralatan dan perlengkapan yang  di perlukan untuk kegiatan memproduksi sajiannya. Bedanya di sini, sajian perfisual adalah muatan surat kabar (produk julnalistik yang hanya bias di baca saja) sedangkan sajian pers auditif adalah muatan radio (produk jurnalistik yang hanya bias di dengar saja). Dalam hal ini naskah siaran dipersiapkan dalam bentuk sctrip , di mana penyajiannya melibatkan kerja penyiar bersama operator. Seluruh sajian disampaikan secara auditif.
Demikian pula dalam organisasi pers audio visual, dibedakan dari kedua organisasi terdahulu (visual dan auditif) pada perlengkapan Seksi Programa. Naskah siarannya dipersiapkan dalam bentuk script tayangan yang bersifat scenario gambar hidup sebagai mata tayangan siarannya. Dalam hal ini script dimaksud mencakup perilaku orang-orang dan suasana sekitarnya yang terlibat dalam tayangan yang ditampilkannya. Seperti perilaku (kegiatan) penyiar, peristiwa yang diberitakannya (liputan / rekaman peristiwannya dan latar belakang music maupun suasana pada saat peristiwa itu terjadi. Script tersebut merupakan scenario penyampaian laporan terjadinya suatu peristiwa yang akan ditayangkan dalam bentuk gambar hidup yang di buat dengan menggunakan teknik-ternik sinemotografi. Dengan demikian sewlain melibatkan para petugas redaksi(pemberitaan), juga mengikutsertakan operator, juru kamera film (video cameramen, pembaca naskah (penyiar), dan sutradara. Maka siaran (tayangannya pun ) bias didengar dan dilihat sebagaimana kejadian peristiwannya.

FUNGSI PERS DALAM MASYARAKAT
Dalam media komunikasi pers berfungsi menyalurkan dan memperlancar sampainya pesan komunikasi kepada komunikan atau khalayak. Memperlancar dalam arti mempermudah penerima khalayak, baik dari segi pengertiannya maupun perolehannya. Karenanya, dalam hal ini, pers berfungsi sebagai jembatan komunikasi yang mau dan mampu menerjemakan pesan komunikasi yang dimaksud komunikator kedalam pesan komunikasi yang bias dipahami komunikannya. Penerapannya dalam kehidupan masyarakat, pers membawa fungsi informative kehidupan, sebagai alat kehidupan sehari-hari, sebagai penghibur, sebagai alat untuk mempertahankan prestise social, dan sebagai penghubung dalam pengertian untuk mempertahankan kehidupan dimana ukuran moral terus berkembang.
Adapun fungsi penerangan dari pers menurut Hout bukanlah penerangn dalam arti sempit, namun lebih luas lagi serta cenderung dapat disebut informasi. Namun demikian, pengertian informasi bias juga mencakup pemberitaan. Pengertian penerangan yang dimaksud Hout tersebut rupanya lebih dekat pada pemberian keterangan atau tambahan gambaran mengenai peristiwa-peristiwa umum yang mutlak perlu diketahui umum.
Kedudukan pers sebagai pemberi penerangan, oleh Lieevegoed dalam kuliah umumnya  di Universitas Laiden pada 1931, dibagi menjadi empat macam pekerjaan (Rochady ,1970:7). Pertama, dinamakan sebagai karya mendidik. Kedua, sebagai karya penghubung. Pers dengan keseimbangannya bergerak kearah tujuannya yang menciptakan lalu lintas informasi hingga terjalinlah jaringan-jaringan penghubung antar manusia. Karya pers yang ketiga adalah membantu membentuk pendapat umum. Sedangkan karya pers yang keempat adalah sebagai control. Fungsi pers selanjutnya adalah memberikan komentar atas peristiwa yang disiarkan media massanya.

PEMBELAJARAN KOOMPERATIF

 NAMA: SYAM SURIAWATI
STAMBUK: A1D111087

PEMBELAJARAN KOOMPERATIF


A.    Model Pembelajaram koomperatif
Model pembelajaran koomperatif merupakan model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan setiap tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.
Model pembelajaran koomperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar koomperatif kontruktif. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigostky yaitu penekanan pada hakikat sosio cultural dan pembelajaran vigostky yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut.
Model pembelajaran koomperatif sangat berbeda dengan model pengajaran langsung. Disamping itu model pembelajaran koomperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran koomperatif juga efektif umtuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Disamping itu pembelajaran koomperatif juga dapat memberikan keuntungan bagi siswa kelompok bawah maupun kelompok atas agar dapat bekerjasama dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, dalam proses terutorial ini siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena member pelayanan sebagai tutor memberikan memberikan pemikiran lebih dalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat didalam materi tersebut. Tujuan penting lain dari pembelajaran koomperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kalaborasi. Dalam pembelajaran koomperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun siswa juga harus mempelejari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan khusus ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas.
Keterampilan koomperatif tingkat awal meliputi:
a)    Menggunakan kesempatan
b)    Menghargai kontribusi
c)    Mengambil giliran dan berbagai tugas
d)    Berada dalam kelompok
e)    Berada dalam tugas
f)    Mendorong partisipasi
g)    Mengundang orang lain untuk bicara
h)    Menyelesaikan tugas pada waktunya
i)    Menghormati perbedaan individu
Keterampilan koomperatif tingkat menengah meliputi:
a)    Menunjukan penghargaan dan simpati
b)    Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang bias diterima
c)    Mendengarkan dengan aktif
d)    Bertanya
e)    Membuat ringkasan
f)    Menafsirkan
g)    Mengatur dan mengorganisir
h)    Menerima, tanggung jawab
i)    Mengurangi ketegangan
Keterampilan koomperatif tingkat mahir meliputi
a)    Mengelaborasi
b)    Memeriksa dengan cermat
c)    Menanyakan kebenaran
d)    Menetapkan tujuan
e)    Berkompromi tingkah laku mengajar
Terdapat enam langka utama atau tahapan didalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran koomperatif , pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotifasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, sering kali dengan bahan bacaan dari pada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokan kedalam kelompok belajar. Tahap ini diikuti oleh bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran koomperatif meliputi presentase hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan member penghargaan terhadap usaha-usaha kelompk maupun individu.

B.    Pembelajaran Berbasisi Masalah
Ciri-ciri pembelajaran berbasisiskan masalah ialah sebagai berikut:
a)    Guru harus menerapkan pengajaran yang menitikberatkan pada siswa suatu kerangka dukungan untuk memperkaya inkuiri dan pertumbuhan intelektual siswa
b)    Peran guru dalam pembelajaran berbasiskan masalah adalah menyodorkan masalah-masalah otentik, memfasilitasi penyelidikan siswa dan mendukung pembelajaran siswa
c)    Guru harus mencitakan lingkungan kelas yang mendukung agar terjadi pertukaran pengembangan ide secara terbuka, tulus dan jujur
d)    Meskipun sukit tetapi keterampilan berpikir tingkat tinggi tetap harus diajarkan
e)    Ciri khas pembelajaran berdasarkan masalah yaitu:
    Mengajukan pertanyaan atau masalah
    Berfokus pada interdisiplin
    Penyelidikan otentik
    Menghasilkan karya nyata dan memamerkan
    Kalaborasi
Hasil belajar utama siswa dalam pembelajaran berdasarkan masalah yaitu sebagai berikut:
a)    Keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah
b)    Mendapatkan perilaku-perilaku peran orang dewasa
c)    Menjadi siswa mandiri atau siswa otonom
Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan masalah adalah seperti dibawah ini:
a)    Perencanaan dalam pembelajaran berdasarkan masalah memiliki peran yang sangat penting dan memerlukan upaya yang lebih banyak
b)    Guru harus menetapkan terlebih dahulu tujuan umum dan khusus pembelajaran kemudian menyampaikannya kepada siswa
c)    Pembelajaran berdasarkan masalah didasarkan pada premis bahwa situasi masalah yang mengundang pertanyaan dan belum terdefenisikan dengan jelas akan membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan diharapkan melibatkan mereka dalam inkuiri
d)    Situasi masalah yang dipilih hendaklah otentik, terdefenisikan secara longgar, bermakna dan selaras dengan tingkat intelektual siswa dan menguntungkan bagi kelompok
e)    Siswa harus dilatih agar menjadi peneliti aktif dan terampil menggunakan berbagai metode pengumpulan informasi
f)    Penyelidikan sebaiknya dilakukan secara pribadi, berpasangan atau kelompok
g)    Guru harus merespon positif semua ide siswa dan selalu memantau pengembangan hipotesis mereka.
Pembelajaran berdasarkan masalah: suatu pemikiran final, karena dengan pembelajaran berdasarkan masalah maka pembelajaran bisa cepat maju sebagai berikut:
a)    Model pembelajaran berdasarkan masalah memberikan alternative pembelajaran yang sangat memberikan harapan bagi peningkatan kualitas pendidikan
b)    Hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran berdasarkan masalah juga sangat banyak, meliputi spectrum yang luas sehingga perlu perhatian dan kontribusi semua pihak agar terlaksana dengan baik.
Pengajaran berbasis masalah bercirikan: siswa bekerja sama satu sama lain. Bekerja sama memberikan motivasi dan secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas yang kompleks dam memperbanyak peluang berbagi inkuiri, dialog dan mengembangkan keterampilan sosial dan berpikir.
Model pembelajaran berdasarkan masalah menurut Nurhadi (2004) memiliki lima tahapan utama, yaitu:  orientasi siswa terhadap masalh, mengorganisasikan siswa dalam belajar, membimbing penyelidikan individual dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya , beranalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Bruce & bruce (dalam suryanti dkk) menyatakan bahwa model inkuiri adalah sebuah model proses pengajaran yang berdasarkan atas proses belajar dan perilaku. Inkuiri adalah suatu cara mengajar bagaimana belajar dengan menggunakan keterampilan, proses, sikap dan pengetahuan berpikir rasional.

C.    Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara untuk mencari solusi untuk memecehkan permasalahan disekolah seperti bagaimana meningkatakan kualitas peserta didik. Adapun beberapa factor yang dapat diselidiki yaitu:
a)    Aktivitas siswa dalam prosese pembelajaran
b)    Konsep-konsepsi siswa terhadap pembelajaran
c)    Hasil belajar yang dicapai siswa setelah melakukan model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning).
       
















ANALISIS BUKU PRAGMATIK KARANGAN GEORGE YULE MENGGUNAKAN METODE POWER READING

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Pada era teknologi, informasi, dan komunikasi seperti sekarang ini terjadi perubahan yang sangat cepat di semua sector. Perkembangan Informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber dan literatur. Informasi dapat diperoleh dari media cetak maupun dari media elektronik. Berbeda sekali dengan sepuluh tahun yang lalu, orang mengandalkan informasi dari sumber-sumber seperti koran, majalah, radio, dan televisi. Sekarang ini, muncul sumber informsi yang lebih canggih, misalnya internet, yaitu suatu jaringan informasi dan komunikasi digital yang menggunakan komputer dan satelit komunikasi. Akses berita atau infomrasi lewat internet sangat cepat dan saat ini hampir mengalahkan sumber informasi lainnya. Untuk dapat memperoleh informasi sebanyak-banyaknya, diperlukan suatu kemampuan membaca bagi pencari berita, yaitu kemampuan membaca cepat.
Membaca cepat merupakan kegiatan membaca yang mengutamakan kecepatan dengan tidak mengabaikan pemahamannya. Biasanya kecepatan itu dikaitkan dengan tujuan membaca, keperluan dan bahan bacaan, artinya seorang pembaca cepat yang baik tidak menerapakan kecepatan membacanya secara konstan di berbagai cuaca dan keadaan membacannya. Penerapan kecepatan membaca cepat itu disesuaikan dengan tujuan membacanya aspek bacaan yang digali dan berat ringannya bahan bacaan (Tompobolon, 1990).
Kecepatan membaca sangatlah diperlukan agar dapat meningkatkan pemahaman dalam menganalisis sebuah bahan bacaan. Dengan kemampuan membaca cepat ini  kita akan lebih mudah untuk memperoleh informasi yang kita inginkan secara cepat dan akurat. 
Kemampuan membaca cepat ini dipelajari  oleh siswa-siswi di sekolah-sekolah, maupun mahasiswa perguruan tinggi khususnya jurusan pendidikan bahasa. Hal ini sesuai dengan tuntutan kurikulum yang telah ditetapkan, sebagai mahasiswa kita tentunya dituntut untuk dapat menguasai kemampuan membaca cepat ini dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan uraian di atas penulis bermaksud menulis laporan penelitian mengenai  “Analisis membaca buku Paragmatik karangan George Yule berdasarkan teknik power reading”. Penelitian ini dapat di jadikan referensi bagi siswa maupun mahasiswa dalam mengukur sejauh mana kecepatan membaca yang dimilikinya serta sejauh mana tingkat pemahamannya. 
Dengan dijadikannya hasil penelitian ini sebagai pembelajaran di sekolah menengah atas dan di perguruan tinggi, maka diharapakan baik siswa maupun mahasiswa dapat memiliki pengetahuan yang luas dan memiliki sikap yang positif dalam meningkatkan kemampun kecepatan membaca agar dapat menemukan ionformasi dengan cepat dan akurat.
B.    Masalah
Adapun masalah yang dibahas dalam  penelitian ini ialah analisis membaca buku paragmatik karangan George Yule berdasarkan teknik Power reading
C.    Tujuan
Adapun tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini ialah dapat menganalisis buku paragmatik karangan George Yule berdasarkan teknik Power reading
D.      Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1)    Agar pembaca dapat mengetahui tentang power reading dan dapat mengapresiasikannya dalam kehidupan sehari-hari
2)    Sebagai sumber acuan untuk peneliti selanjutnya dalam meneliti tentang power reading dalan mengukur sejauh mana pemahaman kita tentang bahan bacaan.



































BAB II
KAJIAN PUSTAKA


A.    Pengertian membaca cepat

Membaca cepat merupakan kegiatan membaca yang mengutamakan kecepatan dengan tidak mengabaikan pemahamannya. Biasanya kecepatan itu dikaitkan dengan tujuan membaca, keperluan dan bahan bacaan, artinya seorang pembaca cepat yang baik tidak menerapakan kecepatan membacanya secara konstan di berbagai cuaca dan keadaan membacannya. Penerapan kecepatan membaca cepat itu disesuaikan dengan tujuan membacanya aspek bacaan yang digali dan berat ringannya bahan bacaan (Tompobolon, 1990).
Membaca cepat merupakan keterampilan yang sangat bermanfaat untuk keperluan membaca sekilas dan pemahaman secara cepat ( Colin Rose, 2002).

B.    Teknik membaca cepat

Adapun teknik berikut ini diuraikan tips menguasai teknik membaca cepat:
1.  Melatih Kecepatan.
Berapa kata per menit yang bisa Anda baca. Para pakar sepakat, Anda baru bisa dibilang bisa membaca cepat bila kemapuan membaca Anda berkisar 250-300 kata per menit. Ada teknik yang bisa diterapkan. Salah satunya dengan berusaha membaca beberapa blok kata sekaligus. Berdasarkan penelitian, ternyata otak kita membaca kata per kata, bukan huruf per huruf. Jadi aturan huruf pada kata tidak penting, cukup huruf pertama dan terakhir yang harus berada pada tempatnya. Meski hurufnya tidak beraturan, tapi bila huruf pertama dan terakhir benar, otak Kita bisa membacanya. Contoh seperti ini, kata ‘bgaus’meski hurufnya tidak berurutan, otak langsung bisa membacanya dengan benar segabai kata, ‘bagus’.   menurut teori associative memory, otak banyak bekerja dengan mengasosiasikan suatu informasi dengan informasi lain yang sudah lebih dahulu tersimpan dalam memori. Itulah megapa kita tidak kesulitan membaca SMS yang pelit dengan huruf. Untuk bisa membaca cepat, kita perlu berlati. Caranya mudah. Saat latihan, cobalah membaca seepat-cepatnya, dan berilah target setinggi-tingginya. Misalnya dalam satu menit, kita menargetkan harus bisa menyelesaikan membaca satu artikel surat kabar. Bila ada paragraf atau bagian yang penting, turunkan kecepatan membaca agar kita bisa memahami.
2. Kemampuan Scanning.
Membaca tatap (scanning) atau disebut juga membaca memindai adalah membaca sangat cepat. Ketika seseorang membaca memindai, dia akan melampaui banyak kata. Menurut Mikulecky & Jeffries (dalam Farida Rahim, 2005), membaca memindai penting untuk meningkatkan kemampuan membaca. Teknik membaca ini berguna untuk mencari beberapa informasi secepat mungkin. Biasanya kita membaca kata per kata dari setiap kalimat yang dibacanya. Dengan berlatih teknik membaca memindai, seseorang bisa belajar membaca untuk memahami teks bacaan dengan cara yang lebih cepat. Tapi, membaca dengan cara memindai ini tidak asal digunakan. Jika untuk keperluan untuk membaca buku teks, puisi, surat penting dari ahli hukum, dan sebagainya, perlu lebih detil membacanya.
Adapun langkah-langkah Scanning yaitu sebagai berikut:
•    Perhatikan penggunaan urutan seperti ‘angka’, ‘huruf’, ‘langkah’, ‘pertama’, ‘kedua’, atau ‘selanjutnya’.
•    Carilah kata yang dicetak tebal, miring atau yang dicetak berbeda dengan teks lainnya.
•    Terkadang penulis menempatkan kata kunci di batas paragraph
•    Menggerakkan mata seperti anak panah langsung meluncur ke bawah menemukan informasi yang telah ditetapkan,
•     Setelah ditemukan kecepatan diperlambat untuk menemukan keterangan lengkap dari informasi yang dicari, dan
•    Pembaca dituntut memiliki pemahaman yang baik berkaitan dengan karakteristik yang dibaca (misalnya, kamus disusun secara alfabetis dan
•    Ada keyword di setiap halaman bagian kanan atas, ensiklopedi disusun
Adapun tujuan dari membaca scanning yaitu:
C.    Pengertian power reading
Power reding adalah metode membaca buku untuk memahami bacaan dengan menguasai cara membaca cepat dan efektif hingga pada tahapan selanjutnya adalah membaca teks setiap bab dan keseluruhan isi buku.
Dengan melakukan teknik power reading kita mampu menguasai bacaan lebih kurang dua ratus sampai lima ratus halaman (>200-500 halaman).
D.    Langkah-langkah Power reading
Adapun langkah-langkah power reading yaitu sebagai berikut:
1.    Ciptakan gambaran keseluruhan waktu lima menit,baca tinjauanya untuk gagasan intinya.
2.    Lihat siklus manfaat buku enam detik setiap halaman,baca secara cepat teks di bab pertamadengan kecepatan enam detik perhalama,yang harus dicari adalah gagasan dari kata kunci  pastikan bahwa buku itu menambah wawasan dan bermanfaat jika tidak maka tinggalkanlah
3.    Buat sketsa waktu untuk seluruh isi buku 30 menit waktu untuk setiap bab 3 menit
4.    Sisipkan pertanyaan-pertanyaan misalnya:
    Apa gagasan utamanya?
    Bukti apa yang mendukung?
    Apa fakta aktualnya?
    Adakah hal baru dalam buku itu?
    Apa yang bias dimanfaatkan dalam buku?
5.    Baca teks setiap bab, waktu untuk setiap bab 8 menit dan waktu untuk seluruh buku 80 menit
6.    Tujuan baik setiap bab
Baca bab dan berhenti pada bagian yang sulit dan memahami kaitan antar berbagai gagasan dan argument untuk memahami pola buku. Baca dengan bersuara ada bagian hyang sulit waktu setiap bab 8 menit seluruh isi buku 80 menit
7.    Buatlah catatan ringkas waktu setisp bab 3 menit, 30 menit untuk isi buku
8.    Ulangi hari berikutnya, lihatlah kembali selama 10 menit tambahkan 5-10 menit untuk seminggu kemudian untuk sekuruh buku 30 menit
9.    Evaluasi membaa super
    Apakah metode power reading ini cukup membantu isi buku?
    Seberapa cepat anda membaca buku
    Apakah pemahaman daninmgatan anda akan buku itu meningkat?














BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

A.    Metode dan Jenis Penelitian
1.    Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif  kuantitatif. Dikatakan deskriptif karena dalam penelitian ini peneliti mendeskripsiakan data yang akan dianalisis berupa analisis power reading dalam mengukur kecepatan membaca agar meninggkatkan pemahaman tentang bahan bacaan. Dikatakan kualitatif karena dalam menjelaskan konsep-konsep yang berkaitan satu sama lain dengan menggunakan kata-kata atau kalimat bukan menggunakan angka-angka statistik.
2.    Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan jalan mengadakan studi lewat bahan bacaan yang relefan serta mendukung penelitian ini.
B.     Data dan Sumber data
Data yang digunakan dari penelitian ini adalah data tertulis berupa  analisis power reading berdasarkan buku Paragmatik oleh George Yule. Sumber data dari penelitian ini adalah buku karangan George Yule denan judul buku Paragmatik, yang di terbitkan oleh Pustaka Pelajar 1996, dengan tebal buku 240 halaman yang terdiri dari sembilan bab. yang merupakan data pribadi dan data tertulis lain yang mendukung penelitian ini.

C.    Teknik pengumpulan data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah teknik baca- catat, yaitu data diperoleh dari hasil membaca dan mencatat informasi yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.
D.    Teknik analisis data
Penelitian ini akan dianalisis menggunakan pendekatan struktural yaitu menelaah unsure-unsur power reading. Pendekatan struktural memandang karya sastra sebagai suatu karya yang bersifat otonom dan dapat berdiri sendiri. Struktural dijelaskan melalui aspek intrinsik yang membangun karya sastra. Hal ini sesuai dengan masalah utama dalam penelitian ini, yaitu analisis tentang power reading dalam meningkatan kecepatan membaca. Dalam menggunakan pendekatan struktural, peneliti mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan informasi apa saja yang didapatkan setelah menanalisis bacaan Paragmatik karangan Georgi Yule, dengan tujuan agar meningkatkan power reading yang dimiliki pembaca.













BAB IV
PEMBAHASAN

A.    Hasil Analisis buku  Pragmatik karangan George Yule, berdasarkan power reading

Adapun hasil penelitian saya tentang power reading pada buku Paragmatik karangan George Yule yaitu sebagai berikut:
1.    Bab I ( Batasan dan latar belakang)
Adapun informasi yang saya dapatkan pada bab ini ialah sebagai berikut:
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar  (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna yang terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Berikut ini beberpa pengertian paragmatik yaitu:
•    Paragmatik adalah studi tentang maksud penutur
•    Paragmatik adalah studi tentang makna referensial
•    Paragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang     disampaikan  daripada yang dituturkan
•    Paragmatik adalah studi hubungan antara bentuk-bentuk linguistic dan pemakai bentuk-bentuk itu.
    Sintaks adalah studi antara hubungan tentang bentuk-bentuk kebahasaan, bagaimana menyusun bentuk-bentuk kebahasaan itu dalam suatu tataran dan tatanan makna yang tersusun baik. Semantic adalah studi antara hubungan antara bentuk-bentuk linguistic dengan entitas didunia, yaitu bagaimana hubungan antara kata-kata dengan sesuatu secara harfiah.

2.    Bab II (Deiksis dan Jarak)
Deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti penunjukan melalui bahasa. Bentuk linguistic yang dipakai untuk menyelesaikan penunjukan disebut ungkapan deiksis. Ketika anda menunjuk objek asing dan pertanyaanya “Apa itu?” , maka anda menggunakan ungkapan deiksis (“itu”) untuk menunjukan sesuatu dalam suatu konteks secara tiba-tiba. Ungkapan-ungkapan deiksis kadang kala juga disebut indeksikal. Berikut ini akan dipaparkan berbagai jenis deiksis yaitu:
•    Deiksis persona, merupakan deiksis yang digunakan untuk menunjuk orang
•    Deiksis tempat, merupakan tempat hubungan antaraorang dan bendanya ditunjukkan
•    Deiksis waktu merupakan, waktu terjadinya peristiwa
•    deiksis dan tata bahasa
        Yang merupakan perbedaan antara deiksis orang, tempat, dan waktu dilihjat dari pekerjaan dari salah satu perbedaan-perbadaan structural yang paling umum dibuat dalam tata bahasa.

3.    Bab III (Referensi dan inferensi)
        Referensi merupkan suatu tindakan dimana seorang penutur , atau penulis menggunakan bentuk linguistic untuk memungkinkan seorang pendengar atau pembaca mengenali sesuatu. Pemakaian kata-kata yang mengacu pada orang dan benda merupakan peristiwa relarif secara langsung. Bentuk-bentuk linguistic itu adalah ungkapan-ungkapan pengacuan, yang mungkin berupa nama diri (misalnya frasa nomina tertentu atau frasa nomina tidak tentu. Agar terjadi referensi yang sukses kita harus mamngenali peran inferensi.
         Referensi terkait dengan peran maksud penutur (misalnya untuk mengenali sesuatu) dan keyakinan penutur ( yaitu dapatkah pendengar diharapkan untuk mengetahui pengetahuan yang khusus dalam pemakaian bahasa. Karena tidak ada hubungan langsung antara entitas-entitas dan kata-kata, tugas pendengar adalah menyimpulkan secara benar entitas nama yang dimaksudkan oleh penutur untuk dikenali dengan menggunakan suatun ungkapan pengacuan yang khusus.
        Fersi referensi yang disajikan ialah referensi yang didalamnya ada suatu maksud dasar untuk mengenali dan suatu kerja sama pengenalan tujuan dilapangan. Proses ini tidak hanya membutuhkan kerja sama antara seorang penutur dan pendengar , proses ini nampaknya berfungsi dalam istilah-istilah kaidah, antara seluruh anggota masyarakat yang memiliki secara bersama-sama suatu bahasa dan budaya umum.

4.    Bab IV (Praanggapan dan Entailmen)
        Materi dalam bab ini di rancang untuk menggambarkan suatu proses pemikiran melalui sejumlah besar problema dalam analisis-analisis terhadap beberapa aspek makna yang tidak tampak.
        Preupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki preupposisi adalah penutur, bukan kalimat. Entailmen adalah sesuatu yang secara logis ada atau mengikuti apa yang di tegaskan didalam tuturan. Yang memiliki Entailmen adalah kalimat, bukan tuturan. Dalam beberapa pembahasan tentang konsep, preupposisi dibicarakan sebagai hubungan antara dua preupposisi.
        Adapun Jenis-jenis preupposisi yaitu:
•    Preuposisi potensial, merupakan preupposisi yang sebenarnya yang dipakai oleh penutur.
•    Preupposisi faktif merupakan informasi yang di pra-anggapkan yang mengikuti kata kerja ‘tahu’ dapat di anggap sebagai kenyataan
•    Prepposisi leksikal, pada umumnya pada preupposisi ini pemakaian suatu bentuk dengan makna yang dinyatakan secara konvesional ditafsirkan dengan preupposisi bakna suatu makna lain (yang tidak dinyatakan dipahami).
•    Preupposisi structural, dalam hal ini struktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai preupposisi secara tepat dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya.
•    Preupposisi non-faktif, suatu preupposisi yang diasumsikan tidak benar

5.    Bab V (Kerja sama dan Implikatur)
        Pada pembahasan sebelumnya kita berasumsi bahwa penutur dan pendengar yang terlibat dalam percakaapan umumnya saling bekerja sama. Misalnya untuk keberhasilan suatu referensi, diharapkan kerja sama menjadi factor utama. Ketika menerima preupposisi penutur, pendengar harus berasumsi bahwa seorang penutur yamg mengtakan “mobil saya’ memeng benar-benar memiliki mobil yang disebutkan dan tidak mencoba untuk menyesatkan pendengar. Bentuk kerja sama yang seperti ini ialah bentuk kerja sama yang sederhana dimana orang-orang yang sedang berbicara umumnya tidak diasumsikan tidak berusaha membingungkan informasi yang relevan satu sama lain. Prinsip kerja sama ialah membuat percakapan anda sendiri seperti yang diminta, pada taraf dimana percakapan itu terjadi, dengan maksud atau arah pergantian bicara yang dapat diterima  dimana anda terlibat didalamnya.
         Imperator dasar percakapan terjadi apabila asumsi dasar percakapan adalah jikalau tidak ditunjukkan sebaliknya bahwa peserta-pesertanya mengikuti prinsip kerja sama dan maksim-maksim. Imperator percakapan umum terjadi apabila pengetahuan khusus tidak mempersyaratkan untuk memperhitungkan makna tambahan yang disampaikan. Impiratur berskala ialah bahwa semua bentuk dari skala yang lebih tinggi dilibatkan apabila bentuk apapun dalam skala itu dinyatakan. Imperator percakapan khusus ialah percakapan yang terjadi dalam konteks yang khusus  dimana kita mengasumsiakn informasi secara local.

6.    Bab VI (Tindak Tutur dan Peristiwa tutur)
        Dalam usaha untuk mengungkapkan diri mereka orang-orang tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengndung kata-kata dan struktur-struktur gramatikal saja, tetapi mereka juga memperhatikan tindakan-tindakan melelui tuturan itu. Istilah-istilah deskriptif yang berlainan untuk tindak tutur yang berlainan digunakan untuka maksud komunikatif penutur dalam menghasilkan tuturan. Penutur berharap agar maksud komunikatifnya akan dimengerti oleh pendengar. Penutur dan pendengar biasanya terbantu terbantu oleh keadaan disekitar tuturan itu. Keadaan semacam initermaksud juga dalam tuturan-tutura yang lain , disebut peristiwa tutur. Dalam banyak hal peristiwa tuturlah yang menentukan penafsiran terhadap suatu tuturan ketika menampilkan suatu tindak tutur khusus.
        Pada sutu saat \, tindakan yang ditampilkan dengan menghasilkan suatu tuturan akan mengandung tiga tindak yang saling berhunungan. Yang pertama adalah tindak lokusi, yang merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkkapan linguistic yang bermakna. Kita membentuk tuturan dengan beberapa fungsi didalam pikiran. Ini adalah dimensi kedua  atau tindak ilokusi. Tentu kita secara tidak sederhana menciptakan tuturan yang memiliki fungsi tanpa memasukkan tuturan itu memiliki akibat. Inilah dimensi ketiga, tindak perlokusi.
        Alat penunjuk tekanan ilokusi ialah jenis ungkapan dimana terdapat celah untuk sebuah kata kerja yang secara eksplisit menyebutkan tindak ilokusi yang sedang ditunjukkan.
        Dalam klasifikasi tindak tutur mencantumkan lima jenis fungsi unum yang ditunjukkan oleh tindak tutur yaitu deklarasi, representative, ekspresif, direktif, dan komisif. Deklarasi ialah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan. Ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Direktif ialah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Komisif ialah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan dimasa yang akan datang.    

7.    Bab VII ( Kesopanan dan Interaksi)
        Sudah lazim kalau kita memperlakukan kesopanan sebagai suatu konsep yang tegas , seperti gagasan, tingkah laku social yang sopan atau etiket yang terdapat dalam budaya. Juga dimungkinkan untuk menentukan sejumlah prinsip-prinsip yang umum yang berbeda untuk menjadi  sopan dalam interaksi social dalam suatu budaya khusus.
        Sebagai istilah teknis wajah merupakan wujud pribadi seseorang dalam masyarakat. Wajah mengacu pada makna social dan emosional sendiri yang setiap orang miliki dan mengharapkan orang lain untuk mengetahui. Kesopanan dalam interaksi dapat didefenisikan sebagai alat yang digunakan untuk menunjukan kesadaran tentang wajah orang lain. Dalam pengertian ini, kesopanan dapat disempurnakan dalam situasi kejauhan dan kedekatan social. Kesopanan positif mengarahkan pemohon untuk menarik tujuan umum dan bahkan persahabatan dengan menggunakan ungkpan-ungkapan yang halus.

8.    Bab VIII (Struktur percakapan dan struktur referensi
        Sebagian besar percakapan melibatkan dua peserta atau lebih dalam mengambil giliran,dan hanya satu orang yang berbicara pada saat itu. Pengertian yang halus dari satu penutur berikutnya tampaknya sangat dihargai.pertukaran disertai dengan kesenyapan yang lama di antara dua giliran atau dengan adanya ‘oferlep’(yaitu kedua penutur mencoba berbicara pada saat yang sama)dirasakan kaku.jika dua orang berusaha untuk bercakap-cakap dan tidak menemukan adanya alur/flow,atau ritme yang lembut pada pergantiannya,ini berarti bahwa lebih banyak pesan yang di pahami dari pada yang di katakan.
        Pasangan ajasensi sebenarnya merupakan kegaduhan yang mengandung makna dalam tata urutan bicara.pasangan tersebut menggambarkan tindakan sosial,dan tidak semua tindakan sosial itu sama ketika pasangan itu terjadi sebagai bagian kedua dari pasangan itu.pada dasarnya bagian pertama yang berisikan permohonan atau tawaran secara khusus di buat dengan harapan bahwa bagian ke dua merupakan pengabulan.pengabulan secara structural lebih memungkinkan daripada penolakan. Kemungkinan besar structural itu disebut preferensi. Istila ini di pakai untuk menunjukan pola struktural tertentu secara sosial dan tidak mengacu kepada sikap seseorang atau keinginan emosi. Dalam penggunaanya secara teknis,preferensi merupakan suatu pola yang tampak dalam percakapan dan bukan suatu kemauan pribadi.


9.    Bab IX ( Wacana dan Budaya)
        Analisis wacana mencakup tentang rentangan aktifitas-aktifitas yang sangat luasdari penelitian yang terfokus secara sempit tentang bagaimana kata-kata oh atau baiklah digunakan dalam percakapan umum, sampai pada studi tentang idiologi yang dominan dalam suatu budaya.jika analisis ini dibatasi oleh pokok-pokok persoaln linguistic , maka analisis wacana memfokuskan pada catatan prosesnya dimana bahasa digunakan dalam konteks-konteks untuk menyatakan keinginan.
        Secara umum ada daya tarik yang sangat besar dalam struktur wacana, dengan perhatian khusus terhadap sesuatu yang dapat membuat konteks tersusun dengan baik. Secara umum apa yanga ada dalam benak pembaca adalah suatu asumsi koherensi, yaitu apa yang dikatakan dan diinginkan akan mengandung arti sesuai degan pengalaman normal mereka.  Pengalaman itu akan diartikan secara local oleh masing-masing inmdividu dank arena itu akan terikat dengan keakraban yang di harapkan.
       Dalam struktur preferensi bagian kedua ini dibagi menjadi dua,yaitu tindakan sosial yang disukai dan tindak sosial yang tidak disukai.

B.    Alokasi waktu dalam membaca buku  Pragmatik karangan George Yule, berdasarkan teknik power reading

Penelitian Power reading dalam buku Paragmatik karangan George Yule dilakukan dalam jangka waktu tujuh hari (satu minggu). 
Pada hari pertama, dan kedua , peneliti membaca buku ini dalam sekali duduk dan menghabiskan waktu selama dua jam tuju puluh menit (2,7 jam) untuk membaca sekaligus memahami keseluruhan isi buku, peneliti menghabiskan waktu dua puluh (20) menit untuk dapat memahami isi buku tiap babnya. Setelah dirata-ratakan untuk menemukan gagasan utama tiap halamam buku setiap babnya diperlukan waktu sekitar 20  detik. Dalam membaca halaman tiap babnya, peneliti berhenti pada bagian yang sulit dan mengkaji kaitan antara berbagai gagasan dan argument untuk memahami isi pola buku. Dibaca dengan bersuara pada bagian yang sulit agar lebih cepat dipahami. Peneliti juga membuat ringkasan singka agar membantu memahami isi buku, waktu yang diperlukan setiap babnya 4 menit, 40 menit seluruh isi buku.
 Setelah itu peneliti melakukan penelitian pada hari kedua dan ketiga, .Hasil yang diperoleh yaitu peneliti membaca kembali buku ini dalam sekali duduk dan menghabiskan waktu selama dua jam (2 jam), peneliti menghabiskan waktun lima belas menit (15 menit) untuk dapat memahami isi buku tiap babnya. peneliti menghabiskan waktu dua puluh (20) menit untuk dapat memahami isi buku tiap babnya. Setelah dirata-ratakan untuk menemukan gagasan utama tiap halamam buku setiap babnya diperlukan waktu sekitar 15  detik. Dalam membaca halaman tiap babnya, peneliti berhenti pada bagian yang sulit dan mengkaji kaitan antara berbagai gagasan dan argument untuk memahami isi pola buku. Dibaca dengan bersuara pada bagian yang sulit agar lebih cepat dipahami. Peneliti juga membuat ringkasan singkat agar membantu memahami isi buku, waktu yang diperlukan setiap babnya 4 menit, 40 menit seluruh isi buku. Dalam tempo waktu tersebut peneliti dapat memahami keseluruhan isi buku.
Pada hari kelima dan keenam, peneliti membaca ulang buku ini dalam sekali duduk dan menghabiskan waktu selama dua jam (2 jam), peneliti menghabiskan waktun lima belas menit (15 menit) untuk dapat memahami isi buku tiap babnya. peneliti menghabiskan waktu dua puluh (20) menit untuk dapat memahami isi buku tiap babnya. Setelah dirata-ratakan untuk menemukan gagasan utama tiap halamam buku setiap babnya diperlukan waktu sekitar 15  detik. Dalam membaca halaman tiap babnya, peneliti berhenti pada bagian yang sulit dan mengkaji kaitan antara berbagai gagasan dan argument untuk memahami isi pola buku. Dibaca dengan bersuara pada bagian yang sulit agar lebih cepat dipahami. Peneliti juga membuat ringkasan singkat agar membantu memahami isi buku, waktu yang diperlukan setiap babnya 4 menit, 40 menit seluruh isi buku. Dalam tempo waktu tersebut peneliti dapat memahami keseluruhan isi buku.



C.    Evaluasi membaca super
       
Dalam melakukan kegiatan power reading evaluasi membaca super dapat terwujud apabila kegiatan power reading ini berhasil. Dalam penelitian ini evaluasi membaca super berhasil di laksanakan, ini terbukti dengan adanya peningkatan membaca cepat yang dilakukan oleh peneliti seperti yang  telah di uraikan pada penjelasan sebelumnya.
Dari penjelasan diatas dapat kita lihat peneliti mengalami perkembangan peningkatan kecepatan membaca serta  pemahamannya setelah melakukan kegiatan power reading dengan mengikuti langkah-langkah yang telah ditetapkan dalam power reading tersebut. Dalam hal ini berarti peneliti mengalami kemajuan yang mana pada hari pertamadan kedua peneliti  dapat menyelesaikannya selama 2,7 jam buku bacaan dalam sekali duduk, dan pada hari ketiga dan keempat peneliti mengalami kemajuan yaitu dapat menyelesaikan bahan bacaan tersebut dalam waktu 2,5 jam, kemudian pada hari kempat dan kelima peneliti mengalami peningkatan lagi yaitu dapat  menyelesaikan bahan bacaan selama dua jam dalam sekali duduk.

   

       













BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan materi yang sudah di uraikan di atas dapat kami simpulkan bahwa Membaca cepat merupakan kegiatan membaca yang mengutamakan kecepatan dengan tidak mengabaikan pemahamannya (Tompobolon, 1990).
Power reading merupakan salah satu kegiatan membaca cepat yang sangat penting dimiliki oleh setiap orang agar dapat memperoroleh informasi dengan cepat dan akurat.  Manfaat yang dapat kita peroleh dari power reading bukan hanya kegiatan membaca kita yang cepat akan tetapi pemahaman kita akan bahan bacaan semakin meningkat sesuai kecepatan membaca yang kita lakukan.

B.    Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, maka dikemukakan saran sebagai berikut.
1)     Power reading merupakan halyang sangat penting untuk dipelajari, oleh sebab itu sangatlah penting untuk diketahui dan dikuasai ilmunya karena dapat bermanfaat dalam menemukan infotrmasi penting
2)    Setelah mengetahui pentingnya power reding bagi perkembangan informasi sekarang ini, maka perlulah kita mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.



Daftar Pustaka
Anonimas,  2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka umum.

Prodopo, Racmad Djoko. 2002.  Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajamada Universitas Press.

Yule, George. 1996. Paragmatik. Jakarta: Pustaka pelajar

http:/bahasaalone.wordpress.com/2010/04/03/bahasa-sastra



CIRI KALIMAT UTAMA DAN KALIMAT PENJELAS

Ciri kalimat utama dan kalimat penjelas

A.    Ciri kalimat utama
Adapun cirri-ciri kalimat utanma yaitu:
1.    Biasanya terletak pada awal paragraph tetapi biasa juga terletak di akhir paragraph
2.    Suatu kalimat berisi kalimat utama ditandai dengan kata kunci sebagai berikut:
•     Sebagai kesimpulan
•    Yang terpenting
•    Jadi
•    Dengan demikian
•    Intinya, pada dasarnya
Kalimat utama biasanya berisi sebuah pernyataan yang nantinya akan di jelaskan oleh kalimat penjelas.
B.    Ciri kalimat Penjelas
1.    Berisi penjelas, seperti berikut ini:
•    Contoh-contoh
•    Keterangan
•    Rincian dan lain-lain
2.    Kalimat penjelas memerlukan kata penghubung
3.    Selalu menghubungkan kalimat-kalimat dalam paragraph.
Mengenal cirri-ciri gagasan utama
    Paragraph yang baik terdiri atas satu kalimat topic dan penjelas. Kalimat topic merupakan kalimat yang isinya lebih umum dari pada kalimat yang lain. Kalimat topic merupakan pernyataan umum yang rinciannya di uraikan pada kalimat-kalimat penjelas. Pada kalimat topic terdapat ide pokok atau gagasan pokok atau gagasan utama paragraph. Kalimat topic di jelaskan oleh beberapa kalimat penjelas.
    Kunci untuk dapat menentukan gagasan pokok atau ide pokok dalam teks secara cepat adalah dapat dengan cepat membedakan antara kalimat utama dan kalimat penjelas. Kalimat utama berisi gagasan pokok sedangkan kalimat penjelas berisi gagasan penjelas yang menjelaskan gagasan dalam kalimat topic. Kalimat utama dapat terletak diawal atau diakhir paragraph. Contoh kalimat yang berisi ide pokok itu misalnya kalimat-kalimat yang mengandung kata kunci seperti:
•    Yang terpenting adalah
•    Pada prinsipnya
•    Sebagai simpulan
•    Memang semua itu menunjukan
•    Dari semua data tersebut
•    Kesimpulannya
•    Jadi
    Selain itu cirri kalimat yang mengandung ide pokok terdapat pernyataan umum yang tidak mengandung ide pokok terdapat pernyataan umum yang tidak mengandung kata acuan, itu, dan sebagainya. Kalimat-kalimat yang diawali kata seperti:
•    Artinya
•    Cara tersebut
•    Selain contoh tersebut
•    Karena hal itu
•    Akibatnya
•    Misalnya
•    Sebagai contoh
•    Sebagai ilustrasi
•    Selain itu
•    Contohnya
Merupakan semua kalimat yang bias diduga sebagai kalimat penjelas.




PEMBACA IMPLISIT

NAMA    :    SYAM SURIAWATI
STAMBUK    :    A1D111087


PEMBACA IMPLISIT
   
    Wolgaf Iser merupakan seorang eksponen Mahzab Konstanz. Iserlebih menfokuskan perhatiannya kepada hubungan individual antara teks dan pembaca (Wirkungs Estetik, estetika pengolahan). Pembaca yang dimaksud oleh Iser bukanlah pembaca konkret individual, melainkan Implied Reader (pembaca implisit). Secara singkat dapat di katakan bahwa ‘pembaca Implisit’ merupakan suatu instansi di dalam teks yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara teks dan pembacanya. Dengan kata lain, pembaca yang diciptakan oleh teks –teks itu sendiri, yang menungkinkan kita membaca teks itu dengan cara tertentu.
Dalam pandangan Iser mencetuskan bahwa tugas kritikus bukan menerangkan teks sebaggai obyek, melainkan lebih menerapkan efeknya kepada pembaca. Kodrat teks itulah yang mwngijinkan beraneka- ragam kemungkinan pembacaan. Istilah “pembaca” dapat di bagi menjadi “pembaca implisit” dan “pembaca nyata”. Pembaca imolisit adalah pembaca yang diciptakan sendiri oleh teks untuk dirinya dan menjadi “jaringan kerja struktur yang mengundang jawaban”, yang mempengaruhi kita untuk membaca dalam cara tertentu.”sedangkan Pembaca nyata” itu menerima citra mental tertentu dalam proses pembacaan; bagaimanapun juga, citraan itu akan secara tak terhindarkan diwarnai oleh “persediaan pengalaman yang ada”.
Iser mengemukakan resepsinya dalam bukunya yang terkenal The Arch of Reading: A Theory of Aesthetic Response (1978). Menurut Iser, tak seorangpun yang menyangkal keberadaan pembaca dalam memberi penilaian terhadap karya sastra. Sekalipun orang berbicara mengenai otonomi sastra. Oleh karena itu, observasi terhadap respon pembaca merupakan studi yang esensial. Pusat kegiatan membaca adalah interaksi antara struktur teks dan pembacanya. Teori Fenomenologi seni telah menekankan bahwa pembacaan sastra tidak hanya melibatkan sebuah teks sastra, melainkan juga aksi dalam menanggapi teks. Teks itu sendiri hanyalah aspek-aspek skematik yang diciptakan pengarang,yang akan digantikan dengan kegiatan konkretisasi (realisasi makna teks oleh pembaca).
Iser (1978:20-21), menyebutkan bahwa karya sastra memiliki dua kutub, yakni kutub artistic dan kutub estetik. Kutub artistic adalah kutub pengarang, dan kutub estetik merupakan realisasi yang diberikan oleh pembaca. Aktualisasi yang benar terjadi di dalam interaksi antara teks (perhatian terhadap teknik pengarang, struktur bahasa) dan pembaca (psikologi pembaca dalam proses membaca, fungsi struktur bahasa terhadap pembaca). Penelitian sastra harus di mulai dari kode-kode struktur yang di muat dalam teks. Aspek verbal (struktur bahasa) perlu dipahami agar menghindarkan penerimaan yang arbitrer. Fungsi struktur itu tidak berlaku selama belum ada efeknya bagi pembaca. Oleh karena itu penelitian perlu dilanjutkan dengan mendeskripsikan interaksi antara bahasa dan pembaca, yang merupakan kepenuhan penerimaan teks.
 Pengalaman pembacaan akan berbeda sesuai dengan pengalaman masa lampau kita. Kata-kata yang kita baca tidak menggambarkan objek nyata, tetapi ucapan manusia dalam samara rekaan. Bahasa rekaan ini menolong kita untuk menyusun obyek citraan dalam pikiran kita. Contohnya sebaaimana di kemukakan Iser, dalam Tom Jones Fielding menghadirkan dua pelaku, Allworthy (manusia sempurna) dan Kapten Bilfil (si munafik). Perjalanan pembaca dalam buku ini merupakan sebuah proses penyesuaian yang terus-menerus. Kita akan melahirkan pikiran-pikiran dan harapan-harapan tertentu, yang berdasarkan ingatan kita pada pelaku-pelaku dan peristiwa-peristiwa, akan tetapi harapan-harapan itu secara terus-menerus dimodifikasi, dan ingatan-ingatan itu di transformasi selama kita menjelajahi teks itu. Apa yang kita tangkap ketika kita membaca hanya serangkaian titik pandangan berubah, bukan sesuatu yang tetap dan sepenuhnya berarti pada tiap titik.
Sekalipun sebuah karya sastra tidak menghadirkan obyek, karya itu tidak mengacu pada dunia ekstra-sastra dangan memilih norma tertentu system nilai atau “pandangan dunia”. Norma-norma ini adalah konsep tentang realitas yang menolong manusia untuk membuat arti akan kekacauan pengalaman mereka. Teks itu mengambil “reportoir” norma-norma semacam itu dan menunda yadilitasnya dalam dunia fiksinal dalam Tom Jones, bermacam-macam pelaku menguasai norma yang berbeda. Masing-masing norma menyatakan nilai tertentu dengan mengorbankan yang lain, dan masing-masing cenderung menjanjikan citra kodrat manusia kepada suatu prinsip atau prespektif yang tunggal. Dalam kehidupan nyata, kadang-kadang kita menjumpai orang yang tampak mewakili pandangan dunia tertentu (sisnisme,humamisme), tetapi memberikan gambaran kita sendiri atas dasar ide yang di terima. System nilai  yang kita hadapi di peroleh secara acak artinya, tak ada penulis yang memilih dan menentukan lebih dahulu dan tidak ada pahlawan yang tampil untuk menguji validitasnya. Dengan demikian sekalipun ada” kesenjangan” dalam teks untuk diisi, namun ternyata teks itu jauh lebih tersusun daripada kehidupan itu sendiri.
Jika kita menerapkan metode Iser kepada sajak Wordsworth, kita melihat bahwa aktifitas pembaca terdiri atas, pertama, menyesuaikan sudut pandangnya ((a), (b),(c),dan(d)). Dan yang kedua, dalam mengisi sebuah “ tempat kosong” di antara dua bait itu (anatara spiritualitas transenden dan imanensi pantheistik). Penerapan ini nampaknya agak suka di laksanakan karena sebuah sajak pendek tidak membutuhkan pembaca membuat perturutan penyesuaian yang panjang yang di perlukan dalam pembacaan novel. Bagaiamanapun juga, konsep “ kesenjangan” itu tetap valid.
Masih belum jelas apakah Iser ingin memberikan kekuatan kepada pembaca untuk mengisi semaunya tempat-temapat kosong da;am teks itu apakah dia memandang teks itu sebagai wasit terakhir dari aktualisasi pembaca. Apakah kesenjangan antara “ manusia sempurna” dan “ manusia sempurna yang kurang pertimbnagan” di isi oleh seorang  pembaca yang menimbang dengan bebas atau seorang pembaca yang di pandu oleh intruksi teks? Penekanan Isert akhirnya penuh fenomenologis artinya, pengalaman pembacaan pembaca ada di pusat proses sastra. Dengan memecahkan kontradiksi di antara bermacam sudut pandang yang berkembang dari teks itu atau dengan mengisi “ kesenjangan” di antara susut-sudut pandang dengan berbagai macam cara, pembaca menyerap teks itu ke dalam kesadaran mereka dan membuatnya menjadi pengalaman mereka sendiri.Tampaknya ada juga teks yang menyediakan perngkat istilah yang dapat diaktualisasikan artinya oleh pembaca, “gudang pengalaman” pembaca sendiri akan ambil bagian dalam prose itu. Kesedaran pembaca yang ada akan melahirkan penyesuaian-penyesuaian terhadap kedalaman tertentu agar dapat menerima dan memproses sudut pandang asing yang di hadirkan teks ketika pembacaan terjadi. Situasi ini menghasilkan kemungkinan bahwa “ pandangan dunia” pembaca sendiri mungkin di modifikasikan sebagai suatu penghayatan,perjanjian,dan pelaksanaan unsur-unsur teks yang sebagian tidak di tentukan.
Menurut Iser (1978:22), tugas kritik teks adalah menjelaskan potensi-potensi makna tanpa membatasi diri pada aspek-aspek tertentu,karena makna teks bukanlah sesyatu yang tetap melainkan sebagai peristiwa yang dinamik (a dynamic happening), dan berubah-ubah sesuai dengan gudang pengalaman pembacanya. Sekalipun disadari bahwatotalitas makna teks tidak dapat secara tuntas dipahami, proses membaca itu sendiri merupakan suatu prakondisi penting bagi pembentukan makna. Makna referensial bukanlah cirri pokok estetis. Apa yang dinamakan estetis adalah jika hal tertentu membawa hal baru, sesuatu yang sebelumnya tidak ada. Jadi penetapan makna estetis sesunguhnya bermakna ganda (amphibolic), bersifat estetis sekaligus diskursif. Pengalaman yang dibangun dan digerakan dalam diri pembaca oleh sebuah teks menunjukan bahwa kepenuhan makna ekstetis muncul dalam relasi dengan sesuatu di li luar teks.
Pandangan Iser tentang estetika resepsi dapat dipahami dengan meninjau teorinya mengenai ‘pembaca implisit’ (implisit reader) (1982:27-38) dan membandingkannya dengan teori-teori pembaca lainnnya.
Menurut Iser, konsep tradisional mengenai pembaca selama ini umumnya mencakup dua kategori, yakni pembaca nyata dan pembaca historis (seperti yang ditemukan dalam studi sejarah resepsi ;bdk. Jauss) dan pembaca potensial atau pembaca yang diandaikan / dihipotesiskan oleh pengarang. Diandaikan bahwa pembaca jenis kedua ini mampu mengaktualisasikan sebuah teks dalam suatu konteks secara memadai; seperti seorang pembaca ideal yang memahami kode-kode pengarang.
Selain teori-teori tradisional tersebut, terdapat beberapa pandangan yang lebih modern tentang pembaca, yang menurut Iser tidak bebas dari kesalahan.
1)    Michael Riffaterre memperkenalkan istilah Superreader, yakni sintesis pengalaman membaca dari sejumlah pembaca dengan kompetensi yang berbeda-beda. Kelompok ini diharapkan dapat mengungkap potensi sematik dan pragmatik dari pesan teks melalui stilistika. Kesulitan akan muncul bila erdapat penyimpangan gaya, yang mungkin hanya dipahami dengan refensi lain di luar teks.
2)    Stanley Fish mengajukan istilah Informed reader (pembaca yang tahu, yang berkompeten), yang mirip dengan konsep Riffatere. Untuk menjadi seorang pembaca yang berkompeten, diperlukan syarat-syarat: a) kemampuan dalam bidang bahasa; kemampuan semantik; c) kemampuan sastra. Melalui kemampuan-kemampuan ini seorang Informed reader dapat merespon karya sastra. Teori ini tidak dapat diterima karena lebih berkaitan dengan teks daripada dengan pembacanya. Perubahan kalimat misalnya, lebih berkaitan dengan aturan gramatikal daripada pengalaman pembacaan.
3)    Erwin Wolff mengusulkan Intended reader, yakni model pembaca yang berada dalam benak penulis ketika dia mengkontruksikan idenya. Model pembaca ini mengacu kepada pembayangan seorang penulis tentang pembaca tulisannya  melalui observasi akan norma dan nilai yang dianut masyarakat pembacanya. Pembaca ini akan mampu menangkap isyarat-isyarat tekstual. Persoalannya, bagaimana jika seorang pembaca yang tidak di tuju oengarang tetapi mampu memberikan arti kepada sebuah teks.
Iser sesendiri mengajukan konsep Implied Reader untuk mengatasi kelemahan pandangan-pandangan teoritis mengenai pembaca. “pembaca tersirat sesungguhnya telah di bentuk dan distrukturkan di dalam teks sastra. Teks sendiri telah mengandung syarat-syarat bagi aktualisasi yang memungkinkan pembenukan maknanya dalam bentuk pembaca”(Isert,1982:34). Dengan demikian, kita harus mencoba memahami efek tanggapan pembaca terhadaop teks tanpa prasangka, tanpa mencoba membatasi karakter dan situasi historisnya. Teks sudah mengasumsikan pembacanya, entah pembaca yang berkompeten maupun tidak teks menampung segala macam pembaca, siapapun dia, karena struktur teks sudah menggambarkan peranannya.
Perhatikan bahwa teks sastra yang di susun seorang pengarang(denan pandangan dunia pengarangnya) mengandung empat perspektif utama yakni pencerita, perwatakan, alur, dan bayangan mengenai pembaca. Keempat perspektif ini memberi tuntunan untuk menemui arti teks. Arti sebuah teks dapat di peroleh jika keeempat perspektif ini dapat di pertemuka dalam aktifitas atau proses membaca. Di sini terlihat kedudukan pembaca yang sangat penting dalam memadukan perspektif –perspektif tersebut dalam satu kesatuan tekstual, yang di pandu oleh penyatuan atau perubahan perspektif.
Instruksi-instruksi yang di tunjukan teks merangsang bayangan mental dalam menghidupkan gambaran yang di berikan oleh struktur teks. Pemenuhan makna teks terjadi dalam proses ideasi (pembayangan dalam benak pembaca) yang menerjemahkan realitas teks kedalam realitas pengalaman personal pembaca. Secara konkret,  isi nyata dari gambaran mnetal itu sangat di pengaruhi oleh gudang pengalaman pembaca sebagai latar referensial. Konsep Implied Reader memungkinkan kita mendeskripsikan efek-efek struktur sastra dan ntanggapan-tanggapan pembaca terhadap teks sastra.