Selasa, 29 Oktober 2013

analisis eyd

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang
Istilah “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta wac/ wak/ vak, artinya berkata, berucap  (Douglas, 1967:266).  Bila dilihat dari jenisnya, kata wac dalam morfologi bahasa Sansekerta, termasuk kata kerja golongan III parasmaepada (m) yang bersifat aktif, yaitu ‘melakukan tindakan ujar’.
Oka (1994 : 30) Memberi definisi yang pendek dan sederhana bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar. Selain itu wahab (1991 : 128) memberi definisi wacana sebagai organisasi bahasa yang lebih luas dari kalimat atau klausa.
Demikian pula Kridalaksana, mendefinisikan wacana adalah satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana merupakan satuan bahasa yang membawa amanat yang lengkap. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh, seperti novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa wacana merupakan kelas kata benda (nomina) yang mempunyai arti sebagai berikut :
a.Ucapan; perkataan; tuturan;
b.Keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan;
c. Satuan bahasa terlengkap, realisasinya tampak pada bentuk karangan yang utuh, seperti novel, buku, atau artikel.
Pada pengertian ketiga tidak jauh berbeda apabila dibandingkan dengan apa yang tertuang di dalam Kamus Linguistik susunan Harimurti Kridalaksana. Tampak pada batasan tersebut bahwa keutuhan atau kelengkapan makna di dalam sebuah wacana merupakan syarat penting yang harus dimilikinya. Di samping itu secara tegas dinyatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, wujud konkretnya berupa novel, buku, artikel, dan sebagainya.
Menurut Harimurti Kridalaksana mengatakan bahwa wacana  berarti satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi, dan terbesar. Wacana juga dapat direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraph, atau karangan utuh( buku ) yang membawa amanat lengkap.
Menurut Henry Guntur Tarigan, wacana adalah satuan bahasa ynag paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara tertulis maupun lisan.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moelino ( 1988:34)  menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep kohesif sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk.
Kohesi merupakan organisasi sintaktik, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Kohesi adalah hubungan antar kalimat di dalam wacana baik dalam strata gramatikal maupun dalam tataran leksikal.
Menurut Anton M. Moeliono (1988: 343) kohesi adalah keserasian hubungan antara unsure yang satu dengan unsure yang lainnya sehingga tercipta pengertian yang apik dan koheren.
1.2    Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah “Peran Kohesi dalam Menghubungkan Kalimat yang Satu dengan Kalimat yang Lain dalam Wacana”

1.3  Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca dan penulis dapat mengetahui Peran Kohesi dalam Menghubungkan Kalimat yang Satu dengan Kalimat yang Lain dalam Wacana.
1.3    Manfaat
Setelah membaca makalah ini, maka penulis maupun pembaca bisa mengaplikasikan penggunaan kohesi antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya dalam sebuah wacana.

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian  Kohesi
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moelino ( 1988:34)  menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep kohesif sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk.
Artinya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Menurut Anton M. Moelino, dkk ( 1987:96) untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif.
Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana dapat di interpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsur - unsur lainnya. Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
Kohesi gramatikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan tata bahasa. Kohesi leksikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan kata.

2.2 Kohesi Gramatikal
Kohesi gramatikal meliputi:
a.    Referensi (pengacuan)   
Referensi merupakan pengacuan satuan lingual tertentu terhadap satuan lainnya. Di lihat dari acuannya, referensi terbagi atas:
1. Referensi eksofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di luar teks wacana. Contoh: Itu matahari, kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di luar teks, yaitu “benda berpijar yang menerangi alam ini”.
2. Referensi endofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di dalam teks wacana.
Referensi endofora terbagi atas:
-    Referensi anaphora yaitu pengacuan satual lingual yang disebutkan terlebih dahulu, mengacu yang sebelah kiri.
Contoh: Peringatan HUT ke-66 Indonesia ini akan di ramaikan dengan pagelaran pesta kembang api.
-    Referensi katafora yaitu pengacuan satuan lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu yang sebelah kanan.
Contoh: Kamu harus pergi! Ayo, cici cepatlah!
Di lihat dari klasifikasinya, referensi terbagi atas:
1.    Referensi persona yaitu pengacuan satual lingual berupa pronomina atau kata ganti orang.
    Tunggal    Jamak
Persona pertama    Aku, saya    Kami, kita
Persona kedua    Kamu, engkau, anda    Kalian,kami sekalian
Persona ketiga    Dia, ia, beliau    Mereka

Contoh: Firdaus, kamu harus mandi.
2.    Referensi demonstrasi yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk menunjuk. Biasanya menggunakan kata : kini, sekarang, saat ini, di sini, di situ, ini, itu, dan sebagainya.
Contoh: Pohon-pohon kelapa itu, tumbuh di tanah lereng diantara pepohonan lain yang rapat dan rimbun.
3.    Referensi interogatif yaitu pengacuan satuan lingual berupa kata tanya.
contoh: Kamu mau kemana?
4.    Referensi komparatif yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk membandingkan satual lingual lain.
contoh: Tidak berbeda jauh dengan ibunya, Nita orangnya cantik, ramah, dan lemah lembut.
b.    Substitusi ( penggantian)
Substitusi diartikan sebagai penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk  memperoleh unsur pembeda. Substitusi dilihat dari satuan lingualnya dapat dibedakan atas:
1.Substitusi nominal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata benda.
Contoh: Memang Soni mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Surakarta. Pacarnya itu memang cantik, halus budi bahasanya, dan bersifat keibuan.
2. Substitusi verbal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata kerja.
Contoh: Soni berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan berobat ke dokter kemarin sore. Ternyata dia di vonis menderita penyakit kanker. Selain berusaha ke dokter, dia juga tidak lupa berdoa dan selalu berikhtiar pada allah.
3. Substitusi frasa yaitu penggantisn satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa frasa.
Contoh: Hari ini hari minggu. Mumpung hari libur aku manfaatkan saja untuk menengok Nenek di desa.
4.    Substitusi klausal yaitu penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa klausa.
Contoh:
Nida : jika perubahan yang dialami oleh azam tidak bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya, mungkin hal itu dikarenakan oleh kenyataan bahwa orang –orang tesebut banyak yang tidak sukses seperti azam.
Barik : tampaknya memang begitu!

c.    Elipsis atau pelesapan
Elipsis adalah pelesapan satuan lingual tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya. Adapun fungsi dari elipsis yaitu:
1. Untuk efektifitas kalimat
2. Untuk mencapai nilai ekkonomis dalam pemakaian bahasa
3. Untuk mencapai aspek kepaduan wacana
4. Untuk mengaktifkan pikiran pendengar atau pembaca terhadap sesuatu yang di ungkapkan dalam satuan kata.
Contoh: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentuksn dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih.
Kalimat kedua yang berbunyi terima kasih merupakan elipsis. Unsur yang hilang adalah subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentukan dalam penyusunan skripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih.
Kakak: Kapan adik datang?
Adik  : tadi siang.
Pernyataan adik tersebut merupakan pelesapan subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Saya datang tadi siang.

d.    Konjungsi (perangkaian)
Konjungsi adalah kohesi gramatikal yang dilakukan dengan menghubungkan unsure yang satu dengan unsur yang lain. Unsur yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, dan paragraf.

Macam-macam konjungsi sebagai berikut:
1.    Sebab-akibat
Hubungan sebab-akibat terjadi apabila salah satu proposisi menunjukkan penyebab terjadinya suatu kondisi tertentu yang merupakan akibat atau sebaliknya. Konjungsi yang digunakan antara lain: karena, sebab, makanya, sehingga, oleh karena itu, dengan demikian dan sebagainya.
Contoh: Adik sakit sehingga tidak masuk sekolah.
2.    Pertentangan
Hubungan pertentangan terjadi apabila ada dua ide atau proposisi yang menunjukkan kebalikan atau kekontrasan. Konjungsi yang digunakan yaitu tetapi dan namun.
Contoh: Nyamuk berseliweran, pengemis, pelacur, pencoleng, dan gelandangan berkeliaran. Namun, di kampung kumuh tersebut sedang dibangun sekolah mewah.
3.    Kelebihan atau  eksesif
Hubungan eksesif digunakan untuk menyatakan kelebihan, ditandai dengan konjungsi malah.
Contoh: Karena tadi malam kurang istirahat, dia tertidur di dalam kelas. Malah tugasnya belum dikerjakan pula.
4.    Perkecualian atau eksepsif
Hubungan eksepsif digunakan untuk menyatakan pengecualian, ditandai dengan konjungsi kecuali.
Contoh: Anda tidak boleh mengkonsumsi obat tersebut kecuali dengan persetujuan dokter.
5.    Tujuan
Hubungan tujuan terjadi sebagai pewujudan untuk menyatakan tujuan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan yaitu: agar dan sehingga.
Contoh: Agar naik kelas, kamu harus rajin belajar.
6.    Penambahan atau aditif
Penambahan berguna untuk menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan informasi dan pada umumnya digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Konjungsi yang digunakan yaitu: dan, juga, serta, selain itu.
Contoh: Tingkah lakunya menawan. Tutur katanya sopan. Murah senyum, jarang marah, dan tidak pernah berbohong. Juga tidak mau mempercakapkan orang lain. Selain itu, ia suka menolong sesama teman. Dan dia penyabar.
7.    Pilihan atau alternatif
Pilihan digunakan menyatakan pilihan antara dua hal. Konjungsi yang digunakan yaitu atau dan apa.
Contoh: Pelajaran apa yang lebih kamu suka IPA atau IPS?
8.    Harapan atau optatif
Konjungsi harapan digunakan untuk menyatakan harapan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan yaitu semoga, moga-moga.
Contoh: Semoga, dia lulus dengan nilai terbaik.
9.    Urutan atau sekuential
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan kesejajaran atau urutan waktu. Konjungsi yang digunakan yaitu setelah itu, lalu, kemudian, terus, mula-mula.
Contoh: Intan bangun tidur pukul 05.00, kemudian ambil air wudlu. Setelah itu dia menunaikan sholat subuh dengan khusyuk. Lalu tak lupa ia mengaji
10.    Syarat
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan syarat. Konjungsi yang digunakan yaitu: apabila dan jika.
Contoh: Jika bulan ini aku bisa bekerja lebih giat maka gajiku akan bertambah.
11.     Cara
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan cara.
Konjungsi yang digunakan yaitu: dengan cara.
Contoh: Mungkin dengan cara seperti ini, aku membantu beban keluarga.
Yang selanjutnya adalah kohesi leksikal. Kohesi leksikal yaitu perpaduan bentuk dalam struktur kata.


2.3 Kohesi Leksikal
Kohesi leksikal meliputi:

a.    Pengulangan atau repetisi
Repetisi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan hubungan konsesif antar kalimat. Hubungan ini dibentuk dengan mengulang satuan lingual.
Contoh: Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini.

b.    Sinonimi
Sinonimi merupakan persamaan makna kata.
Contoh: Hari pahlawan diperingati tiap 10 November. Mereka adalah pejuang bangsa yang rela mengorbankan jiwa raga demi kesatuan Negara Republik Indonesia. Jasa mereka selalu dikenang sepanjang masa.

c.    Antonim
Antonim merupakan perlawanan kata.
Contoh:
Dalam rangka menyambut peringatan kemerdekaan Republic Indonesia, warga setempat mengadakan kerja bakti. Bagi yang putri sebagian besar membawa sapu, sedangkan yang putra membawa sabit. Tak ketinggalan pula nenek maupun kakek ikut serta meramaikan peringatan tersebut.


d.    Hiponim
Hiponim merupakan sebuah pernyataan yang berpola umum-khusus
Contoh: Setiap hari Anita menyiram bunga di taman. Bermacam-macam bunga diantaranya mawar, melati, dahlia, dan anggrek.

e.    Kolokasi
Kolokasi merupakan sebuah pernyataan yang berpola khusus-umum.
Contoh: Bermula dari goresan bolpoin pada selembar kertas namanya sekarang tenar. Dari lembaran-lembaran kertas tersebut di gabung dalam satu buku. Buku tersebut menjadi perbincangan banyak orang karena banyak dimuat dalam majalah, koran, televisi. Berkat media massa, namanya menjadi terkenal.

f.    Ekuivalensi
Ekuivalensi merupakan kesejajaran dalam sebuah kalimat.
Contoh: Setiap hari aku belajar dengan rajin. Bu Narti sebagai guruku selain  mengajarkan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, beliau juga mengajarkan pendidikan moral.
Pada kondisi tertentu, unsur - unsur kohesi menjadi kontributor penting bagi terbentuknya wacana yang koheren ( Halliday dan Hassan, 1976; Gunawan Budi Santosa, 1998:28). Namun demikian pelu disadari bahwa unsur-unsur kohesi tersebut tidak selalu menjamin terbentuknya wacana yang uth dan koheren. Alasannya, pemakaian alat-alat kohesif dalam suatu teks tidak langsung menghasilkan wacana yang koheren ( Anton M. Moeliono, dkk, 1988: 322). Dengan kata lain, srtuktur wacana yang baik dan utuh harus memiliki syarat-syarat kohesi sekaligus koherensi.

BAB III
PENUTUP


3.1 Simpulan
bahwa Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moelino ( 1988:34)  menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep kohesif sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk.
Kohesi merupakan organisasi sintaktik, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Kohesi adalah hubungan antar kalimat di dalam wacana baik dalam strata gramatikal maupun dalam tataran leksikal.

3.2 Saran
Sebagai saran dalam makalah ini, semoga apa yang menjadi pembahasan dalam makalah ini dapat menjadi penuntun kita untuk mengetahui dan mempelajari kohesi dalam wacana. Agar kita dapat memadukan dengan baik suatu kalimat dengan kalimat yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Penyusun, tim. 2012. Wacana Bahasa Indonesia. Kendari: Universitas Haluoleo
http://books.google.co.id/books?id=GgUSxxXw0JIC&pg=PA595&lpg=PA595&dq=pengertian+wacana&source=bl&ots=1vXjJBDucY&sig=pJBtwu8jV02dAGE6x4FuF0G- (diakses 14 September 2013)
http://wiwiklistiawati.blogspot.com/.../wacana-bahasa-indonesia. (diakses 14 September 2013)
www.slideshare.net/.../pertemuan-6-kohesi-dan-koherensi. (diakses 14 September 2013)
www.slideshare.net/jaffhussin/konsep-kohesi-wacana. (diakses 12 September 2013)

EYD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum, orang menganggap bahwa ejaan berhubungan dengan melisankan bahasa. Hal itu terjadi karena orang terikat pada kata atau nama itu. Di dalam bahasa, sebetulnya ejaan berhubungan dengan ragam bahasa tulis. Ejaan adalah cara menuliskan bahasa (kata atau kalimat) dengan menggunakan huruf dan tanda baca. Di dalam perkembangannya, bahasa Indonesia pernah menggunakan beberapa macam ejaan. Mulai tahun 1901, penulisan bahasa Indonesia (waktu itu masih bernama bahasa  Melayu) dengan abjad latin mengikuti aturan ejaan yang disebut Ejaan van Ophusyen. Peraturan ejaan itu digunakan sampai bulan Maret 1947, yaitu ketika dikeluarkan peraturan ejaan yang baru oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, Mr.Soewandi dengan Surat Keputusan No. 264/Bhg. A. tanggal 19 Maret 1947 (kemudian diperbaharui dengan lampiran pada Surat Keputusan tanggal 1 April 1947, No.345/Bhg. A). Peraturan ejaan yang baru itu disebut Ejaan Republik atau Ejaan  Soewandi.
Pada saat ini bahasa Indonesia menggunakan ejaan yang disebut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan mulai Agustus 1972, setelah diresmikan didalam pidato kenegaraan Presiden Suharto pada tanggal 16 Agustus 1972. Penjelasan lebih lanjut mengenai aturan ejaan itu dimuat dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan dilampirkan pada Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975. Di dalam pedoman itu diatur hal-hal mengenai (1) Pemakaian huruf, (2) Penulisan huruf, (3) Penulisan kata, (4) Penulisan unsur serapan.
Ejaan yang Disempurnakan (EYD) adalah sub. materi dalam ketata bahasaan Indonesia, yang memilik peran yang cukup besar dalam mengatur etika berbahasa secara tertulis sehingga diharapkan informasi tersebut dapat disampaikan dan dipahami secara komprehensif dan terarah. Dalam prakteknya diharapkan aturan tersebut dapat digunakan dalam keseharian masyarakat sehingga proses penggunaan tata bahasa Indonesia dapat digunakan secara baik dan benar.
1.2.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan  masalah yang dari penulisan makalah ini ialah sebagai berikut:
1.  Bagaimana pemakaian huruf kapital sesuai EYD?
2.  Bagaimana penulisan kata sesuai EYD?
3. Bagaimana penggunaan tanda baca sesuai EYD (tanda baca titik dan koma)?

1.3.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis makalah ini ialah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui pemakaian huruf kapital sesuai dengan EYD.
2. Dapat mengetahui penulisan kata bardasarkan EYD.
3. Dapat mengetahui penggunaan tanda baca yang sesuai dengan          EYD.

1.4.     Manfaat Penulisan
 Adapun manfaat penulisan makalah ini yaitu pembaca maupun penulis dapat mengetahui cara-cara menulis yang benar sesuai EYD.


            BAB. II
                                        PEMBAHASAN

2.1.  Pemakaian  Huruf Kapital
1.    Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
    Misalnya:
Dia membaca buku.
Apa maksudnya?
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu akan selesai dalam satu jam.
2.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
    Misalnya:
Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
Orang itu menasihati anaknya, "Berhati-hatilah, Nak!"
"Kemarin engkau terlambat," katanya.
"Besok pagi," kata Ibu, "dia akan berangkat."
3.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
    Misalnya:
Islam    Quran
Kristen    Alkitab
Hindu    Weda
Allah
Yang Mahakuasa
Yang Maha Pengasih
Tuhan akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya.

    Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.

4.    a.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
        Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Nabi Ibrahim
    b.    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
        Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Pada tahun ini dia pergi naik haji.
Ilmunya belum seberapa, tetapi lagaknya sudah seperti kiai.
5.    a.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan yang diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu.
        Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Jawa Tengah
    b.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan atau nama instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya.
        Misalnya:
Sidang itu dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia.
Sidang itu dipimpin Presiden.
Kegiatan itu sudah direncanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Kegiatan itu sudah direncanakan oleh Departemen.
    c.    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak merujuk kepada nama orang, nama instansi, atau nama tempat tertentu.
        Misalnya:
Berapa orang camat yang hadir dalam rapat itu?
Devisi itu dipimpin oleh seorang mayor jenderal.
Di setiap departemen terdapat seorang inspektur jenderal.
6.    a.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama orang.
        Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf Supratman
Halim Perdanakusumah
Ampere
        Catatan:
    (1)    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama seperti pada de, van, dan der (dalam nama Belanda), von (dalam nama Jerman), atau da (dalam nama Portugal).
        Misalnya:
J.J de Hollander
J.P. van Bruggen
H. van der Giessen
Otto von Bismarck
Vasco da Gama
    (2)    Dalam nama orang tertentu, huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata bin atau binti.
        Misalnya:
Abdul Rahman bin Zaini
Ibrahim bin Adham
Siti Fatimah binti Salim
Zaitun binti Zainal
    b.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama singkatan nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
        Misalnya:
pascal second    Pas
J/K atau JK-1    joule per Kelvin
N    Newton

    c.    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
        Misalnya:
mesin diesel
10 volt
5 ampere
7.    a.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
        Misalnya:
bangsa Eskimo
suku Sunda
bahasa Indonesia
    b.    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan.
        Misalnya:
pengindonesiaan kata asing
keinggris-inggrisan
kejawa-jawaan
8.    a.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari raya.
        Misalnya:
tahun Hijriah    tarikh Masehi
bulan Agustus    bulan Maulid
hari Jumat    hari Galungan
hari Lebaran    hari Natal

    b.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama peristiwa sejarah.
        Misalnya:
Perang Candu
Perang Dunia I
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
    c.    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama.
        Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
9.    a.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama diri geografi.
        Misalnya:
Banyuwangi    Asia Tenggara
Cirebon    Amerika Serikat
Eropa    Jawa Barat

    b.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama geografi yang diikuti nama diri geografi.
        Misalnya:
Bukit Barisan    Danau Toba
Dataran Tinggi Dieng    Gunung Semeru
Jalan Diponegoro    Jazirah Arab
Ngarai Sianok    Lembah Baliem
Selat Lombok    Pegunungan Jayawijaya
Sungai Musi    Tanjung Harapan
Teluk Benggala    Terusan Suez

    c.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama diri atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya.
        Misalnya:
ukiran Jepara    pempek Palembang
tari Melayu    sarung Mandar
asinan Bogor    sate Mak Ajad

    d.    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi.
        Misalnya:
berlayar ke teluk    mandi di sungai
menyeberangi selat    berenang di danau

    e.    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis.
        Misalnya:
nangka belanda
kunci inggris
petai cina
pisang ambon
10.    a.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi, kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk.
        Misalnya:
        Republik Indonesia
Departemen Keuangan
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1972
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
    b.    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi.
        Misalnya:
beberapa badan hukum
kerja sama antara pemerintah dan rakyat
menjadi sebuah republik
menurut undang-undang yang berlaku
        Catatan:
Jika yang dimaksudkan ialah nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan dokumen resmi pemerintah dari negara tertentu, misalnya Indonesia, huruf awal kata itu ditulis dengan huruf kapital.
        Misalnya:
Pemberian gaji bulan ke 13 sudah disetujui Pemerintah.
Tahun ini Departemen sedang menelaah masalah itu.
Surat itu telah ditandatangani oleh Direktur.
11.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan.
    Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Dasar-Dasar Ilmu Pemerintahan
12.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
    Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".
13.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan nama diri.
    Misalnya:
Dr.    Doktor
S.E.    sarjana ekonomi
S.H.    sarjana hukum
S.S.    sarjana sastra
S.Kp.    sarjana keperawatan
M.A.    master of arts
M.Hum.    magister humaniora
Prof.    Profesor
K.H.    kiai haji
Tn.    Tuan

    Ny.    Nyonya
Sdr.    Saudara

    Catatan:
Gelar akademik dan sebutan lulusan perguruan tinggi, termasuk singkatannya, diatur secara khusus dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 036/U/1993.
14.    a.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman, yang digunakan dalam penyapaan atau pengacuan.
        Misalnya:
Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"
Besok Paman akan datang.
Surat Saudara sudah saya terima.
"Kapan Bapak berangkat?" tanya Harto.
"Silakan duduk, Dik!" kata orang itu.
    b.    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan.
        Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
Dia tidak mempunyai saudara yang tinggal di Jakarta.
15.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata Anda yang digunakan dalam penyapaan.
    Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Siapa nama Anda?
Surat Anda telah kami terima dengan baik.
16.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata, seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang berkaitan dengan pernyataan lengkap itu. (Lihat contoh pada I B, I C, I E, dan II F15).
2.2.  Penulisan Kata
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Buku itu sangat menarik.
Ibu sangat mengharapkan keberhasilanmu.
Kantor pajak penuh sesak.
Dia bertemu dengan kawannya di kantor pos.
B. Kata Turunan
1.    a.    Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.
        Misalnya:
berjalan
dipermainkan
gemetar
kemauan
lukisan
menengok
petani
    b.    Imbuhan dirangkaikan dengan tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar yang bukan bahasa Indonesia.
        Misalnya:
mem-PHK-kan
di-PTUN-kan
di-upgrade
me-recall
2.    Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 5.)

    Misalnya:
bertepuk tangan
garis bawahi
menganak sungai
sebar luaskan
3.    Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 5.)

    Misalnya:
dilipatgandakan
menggarisbawahi
menyebarluaskan
penghancurleburan
pertanggungjawaban
4.    Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
     ditulis serangkai.
    Misalnya:
Adipati    Dwiwarna    paripurna
aerodinamika    Ekawarna    poligami
Antarkota    Ekstrakurikuler    pramuniaga
Antibiotik    Infrastruktur    prasangka
Anumerta    Inkonvensional    purnawirawan
Audiogram    Kosponsor    saptakrida
Awahama    Mahasiswa    semiprofesional
bikarbonat    Mancanegara    subseksi
Biokimia    Monoteisme    swadaya
caturtunggal    Multilateral    telepon
dasawarsa    Narapidana    transmigrasi
Dekameter    Nonkolaborasi    tritunggal
demoralisasi    Pascasarjana    ultramodern

    Catatan:
(1)    Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf kapital, tanda hubung (-) digunakan di antara kedua unsur itu.
    Misalnya:
non-Indonesia
pan-Afrikanisme
pro-Barat
(2)    Jika kata maha sebagai unsur gabungan merujuk kepada Tuhan yang diikuti oeh kata berimbuhan, gabungan itu ditulis terpisah dan unsur unsurnya dimulai dengan huruf kapital.
    Misalnya:
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pengampun.
(3)    Jika kata maha, sebagai unsur gabungan, merujuk kepada Tuhan dan diikuti oleh kata dasar, kecuali kata esa, gabungan itu ditulis serangkai.
    Misalnya:
Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita.
Mudah mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
(4)    Bentuk bentuk terikat dari bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti pro, kontra, dan anti, dapat digunakan sebagai bentuk dasar.
    Misalnya:
Sikap masyarakat yang pro lebih banyak daripada yang kontra.
Mereka memperlihatkan sikap anti terhadap kejahatan.
(5)    Kata tak sebagai unsur gabungan dalam peristilahan ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh bentuk berimbuhan.
    Misalnya:
taklaik terbang
taktembus cahaya
tak bersuara
tak terpisahkan

C. Bentuk Ulang
1.    Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung di antara unsur-unsurnya.
    Misalnya:
anak-anak    mata-mata
berjalan-jalan    menulis-nulis
biri-biri    mondar-mandir
buku-buku    ramah-tamah
hati-hati    sayur-mayur
kuda-kuda    serba-serbi
kupu-kupu    terus-menerus
lauk-pauk    tukar-menukar

    Catatan:
(1)    Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama saja.
    Misalnya:
surat kabar    →    surat-surat kabar
kapal barang    →    kapal-kapal barang
rak buku    →    rak-rak buku

(2)    Bentuk ulang gabungan kata yang unsur keduanya adjektiva ditulis dengan mengulang unsur pertama atau unsur keduanya dengan makna yang berbeda.
    Misalnya:
orang besar    →    orang-orang besar
        orang besar-besar
gedung tinggi    →    gedung-gedung tinggi
        gedung tinggi-tinggi


2.    Awalan dan akhiran ditulis serangkai dengan bentuk ulang.
    Misalnya:
kekanak-kanakan
perundang-undangan
melambai-lambaikan
dibesar-besarkan
memata-matai
    (Lihat keinggris-inggrisan Bab I, Huruf F, Butir 7.)
Catatan:
Angka 2 dapat digunakan dalam penulisan bentuk ulang untuk keperluan khusus, seperti dalam pembuatan catatan rapat atau kuliah.
Misalnya:
Pemerintah sedang mempersiapkan rancangan undang2 baru.
Kami mengundang orang2 yang berminat saja.
Mereka me-lihat2 pameran.
Yang ditampilkan dalam pameran itu adalah buku2 terbitan Jakarta.
Bajunya ke-merah2-an
D. Gabungan Kata
1.    Unsur-unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah.
    Misalnya:
duta besar    model linear
kambing hitam    orang tua
simpang empat    persegi panjang
mata pelajaran    rumah sakit umum
meja tulis    kereta api cepat luar biasa

2.    Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan menambahkan tanda hubung di antara unsur-unsurnya untuk menegaskan pertalian unsur yang
    bersangkutan.
    Misalnya:
anak-istri Ali    anak istri-Ali
ibu-bapak kami    ibu bapak-kami
buku-sejarah baru    buku sejarah-baru

3.    Gabungan kata yang dirasakan sudah padu benar ditulis serangkai.
    Misalnya:
Acapkali    darmasiswa    puspawarna
adakalanya    darmawisata    radioaktif
akhirulkalam    Dukacita    saptamarga
alhamdulillah    halalbihalal    saputangan
Apalagi    hulubalang    saripati
astagfirullah    Kacamata    sebagaimana
bagaimana    Kasatmata    sediakala
barangkali    Kepada    segitiga
Beasiswa    Kilometer    sekalipun
belasungkawa    Manakala    sukacita
Bilamana    manasuka    sukarela
Bismillah    matahari    sukaria
bumiputra    padahal    syahbandar
Daripada    peribahasa    waralaba
darmabakti    perilaku    wiraswata

E. Suku Kata
1.    Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
    a.    Jika di tengah kata ada huruf vokal yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
        Misalnya:
bu-ah
ma-in
ni-at
sa-at
    b.    Huruf diftong ai, au, dan oi tidak dipenggal.
        Misalnya:
pan-dai
au-la
sau-da-ra
am-boi
    c.    Jika di tengah kata dasar ada huruf konsonan (termasuk gabungan huruf konsonan) di antara dua buah huruf vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf konsonan itu.
        Misalnya:
ba-pak
la-wan
de-ngan
ke-nyang
mu-ta-khir
mu-sya-wa-rah
    d.    Jika di tengah kata dasar ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu.
        Misalnya:
Ap-ril
cap-lok
makh-luk
man-di
sang-gup
som-bong
swas-ta
    e.    Jika di tengah kata dasar ada tiga huruf konsonan atau lebih yang masing-masing melambangkan satu bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
        Misalnya:
ul-tra
in-fra
ben-trok
in-stru-men
        Catatan:
(1)    Gabungan huruf konsonan yang melambangkan satu bunyi tidak dipenggal.
    Misalnya:
bang-krut
bang-sa
ba-nyak
ikh-las
kong-res
makh-luk
masy-hur
sang-gup
(2)    Pemenggalan kata tidak boleh menyebabkan munculnya satu huruf (vokal) di awal atau akhir baris.
    Misalnya:
itu    →    i-tu
setia    →    se-ti-a


2.    Pemenggalan kata dengan awalan, akhiran, atau partikel dilakukan di antara bentuk dasar dan imbuhan atau partikel itu.
    Misalnya:
ber-jalan
mem-bantu
di-ambil
ter-bawa
per-buat
makan-an
letak-kan
me-rasa-kan
pergi-lah
apa-kah
per-buat-an
ke-kuat-an
    Catatan:
(1)    Pemenggalan kata berimbuhan yang bentuk dasarnya mengalami perubahan

            dilakukan seperti pada kata dasar.
    Misalnya:
me-nu-tup
me-ma-kai
me-nya-pu
me-nge-cat
pe-no-long
pe-mi-kir
pe-nga-rang
pe-nye-but
pe-nge-tik
(2)    Akhiran -i tidak dipisahkan pada pergantian baris. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 2.)

(3)    Pemenggalan kata bersisipan dilakukan seperti pada kata dasar.
    Misalnya:
ge-lem-bung
ge-mu-ruh
ge-ri-gi
si-nam-bung
te-lun-juk
(4)    Pemenggalan tidak dilakukan pada suku kata yang terdiri atas satu vokal.
    Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan ....
Walaupun cuma cuma, mereka tidak mau ambil makanan itu.

3.    Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan salah satu unsurnya itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur itu. Tiap-tiap unsur gabungan itu dipenggal seperti pada kata dasar. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 2.)

    Misalnya:
bio-grafi    bi-o-gra-fi
bio-data    bi-o-da-ta
foto-grafi    fo-to-gra-fi
foto-kopi    fo-to-ko-pi
intro-speksi    in-tro-spek-si
intro-jeksi    in-tro-jek-si
kilo-gram    ki-lo-gram
kilo-meter    ki-lo-me-ter
pasca-panen    pas-ca-pa-nen
pasca-sarjana    pas-ca-sar-ja-na

4.    Nama orang, badan hukum, atau nama diri lain yang terdiri atas dua unsur atau lebih dipenggal pada akhir baris di antara unsur-unsurnya (tanpa tanda pisah). Unsur nama yang berupa singkatan tidak dipisahkan.
F. Kata Depan
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada. (Lihat juga Bab II, Huruf D, Butir 3.)
Misalnya:
Bermalam sajalah di sini.
Di mana dia sekarang?
Kain itu disimpan di dalam lemari.
Kawan-kawan bekerja di dalam gedung.
Dia berjalan-jalan di luar gedung.
Dia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Mari kita berangkat ke kantor.
Saya pergi ke sana kemari mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Saya tidak tahu dari mana dia berasal.
Cincin itu terbuat dari emas.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di dalam kalimat seperti di bawah ini ditulis serangkai.
Misalnya:
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Dia lebih tua daripada saya.
Dia masuk, lalu keluar lagi.
Bawa kemari gambar itu.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
G. Partikel
1.    Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
    Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik!
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2.    Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
    Misalnya:
Apa pun permasalahannya, dia dapat mengatasinya dengan bijaksana.
Hendak pulang tengah malam pun sudah ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika Ayah membaca di teras, Adik pun membaca di tempat itu.
    Catatan:
Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
    Misalnya:
Adapun sebab sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga, tugas itu akan diselesaikannya.
Baik laki laki maupun perempuan ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum selesai, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.
Walaupun sederhana, rumah itu tampak asri.
3.    Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
    Misalnya:
Mereka masuk ke dalam ruang satu per satu.
Harga kain itu Rp50.000,00 per helai.
     Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 Januari.
    Catatan:
Partikel per dalam bilangan pecahan yang ditulis dengan huruf dituliskan serangkai dengan kata yang mengikutinya. (Lihat Bab II, Huruf I, Butir 7.)

H. Singkatan dan Akronim
1.    Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
    a.    Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik di belakang tiap-tiap singkatan itu.
        Misalnya:
A.H. Nasution    Abdul Haris Nasution
H. Hamid    Haji Hamid
Suman Hs.    Suman Hasibuan
W.R. Supratman    Wage Rudolf Supratman
M.B.A.    master of business administration
M.Hum.    magister humaniora
M.Si.    magister sains
S.E.    sarjana ekonomi
S.Sos    sarjana sosial
S.Kom    sarjana ilmu komputer
S.Ikom    sarjana komunikasi
S.K.M.    sarjana kesehatan masyarakat
Bpk.    Bapak
Sdr.    Saudara
Kol.    Kolonel

    b.    Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
        Misalnya:
DPR    Dewan Perwakilan Rakyat
PBB    Perserikatan Bangsa Bangsa
WHO    World Health Organization
PGRI    Persatuan Guru Republik Indonesia
PT    perseroan terbatas
SD    sekolah dasar
KTP    kartu tanda penduduk

    c.    1)    Singkatan kata yang berupa gabungan huruf diikuti dengan tanda titik.
            Misalnya:
jml.    jumlah
kpd.    kepada
tgl.    tanggal
hlm.    halaman
yg.    yang
dl.    dalam
No.    nomor

        2)    Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf diakhiri dengan tanda titik.
            Misalnya:
            dll.    dan lain lain
dsb.    dan sebagainya
dst.    dan seterusnya
sda.    sama dengan atas
ybs.    yang bersangkutan
Yth.    Yang terhormat

            Catatan:
Singkatan itu dapat digunakan untuk keperluan khusus, seperti dalam pembuatan catatan rapat dan kuliah.
    d.    Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf (lazim digunakan dalam surat-menyurat) masing-masing diikuti oleh tanda titik.
        Misalnya:
a.n.    atas nama
d.a.    dengan alamat
u.b.    untuk beliau
u.p.    untuk perhatian

    e.    Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda dengan titik.
        Misalnya:
Cu    kuprum
cm    sentimeter
kg    kilogram
kVA    kilovolt ampere
l    liter
Rp    rupiah
TNT    trinitrotoluene

2.    Akronim ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang diperlakukan sebagai sebuah kata.
    a.    Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal unsur-unsur nama diri ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
        Misalnya:
LIPI    Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LAN    Lembaga Administrasi Negara
PASI    Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
SIM    surat izin mengemudi

    b.    Akronim nama diri yang berupa singkatan dari beberapa unsur ditulis dengan huruf awal kapital.
        Misalnya:
Bulog    Badan Urusan Logistik
Bappenas    Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Iwapi    Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kowani    Kongres Wanita Indonesia

    c.    Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau lebih ditulis dengan huruf kecil.
        Misalnya:
pemilu    pemilihan umum
iptek    ilmu pengetahuan dan teknologi

          rapim    rapat pimpinan
rudal    peluru kendali
tilang    bukti pelanggaran
radar    radio detecting and ranging

        Catatan:
Jika pembentukan akronim dianggap perlu, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut.
(1)    Jumlah suku kata akronim tidak melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia (tidak lebih dari tiga suku kata).
(2)    Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata bahasa Indonesia yang lazim agar mudah diucapkan dan diingat.

I. Angka dan Bilangan
Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab     :    0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
Angka Romawi     :    I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000), V (5.000), M (1.000.000)
1.    Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan itu dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau paparan.
    Misalnya:
Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
Di antara 72 anggota yang hadir 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang tidak memberikan suara.
Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 minibus, dan 250 sedan.
2.    Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal kalimat.
    Misalnya:
Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
Panitia mengundang 250 orang peserta.
    Bukan:
250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu.
3.    Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
    Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
Dia mendapatkan bantuan Rp250 juta rupiah untuk mengembangkan usahanya.
Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10 triliun.
4.    Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.
    Misalnya:
0,5 sentimeter    tahun 1928
5 kilogram    17 Agustus 1945
4 meter persegi    1 jam 20 menit
10 liter    pukul 15.00
Rp5.000,00    10 persen
US$3,50*    27 orang
£5,10*   
¥100   
2.000 rupiah   

    Catatan:
(1)    Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*) merupakan tanda desimal.
(2)    Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, £, dan ¥ tidak diakhiri dengan tanda titik dan tidak ada spasi antara lambang itu dan angka yang mengikutinya, kecuali di dalam tabel.

5.    Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar.
    Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Jalan Wijaya No. 14
Apartemen No. 5
Hotel Mahameru, Kamar 169
6.    Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.
    Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
Markus 2: 3
7.    Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
    a.    Bilangan utuh
        Misalnya:
dua belas    (12)
tiga puluh    (30)
lima ribu    (5000)

    b.    Bilangan pecahan
        Misalnya:
setengah    (1/2)
seperenam belas    (1/16)
tiga perempat    (3/4)
dua persepuluh    (0,2) atau (2/10)
tiga dua pertiga    (3 2/3)
satu persen    (1%)
satu permil    (1‰)

        Catatan:
(1)    Pada penulisan bilangan pecahan dengan mesin tik, spasi digunakan di antara bilangan utuh dan bilangan pecahan.
(2)    Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan lambang bilangan dengan huruf yang dapat menimbulkan salah pengertian.

        Misalnya:
20 2/3    (dua puluh dua-pertiga)
22/30    (dua-puluh-dua pertiga puluh)
20 15/17    (dua puluh lima-belas pertujuh belas)
150 2/3    (seratus lima puluh dua-pertiga)
152/3    (seratus-lima-puluh-dua pertiga)

8.    Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
    Misalnya:
a.    pada awal abad XX (angka Romawi kapital)
dalam kehidupan pada abad ke-20 ini (huruf dan angka Arab
pada awal abad kedua puluh (huruf)
b.    kantor di tingkat II gedung itu (angka Romawi)
di tingkat ke-2 gedung itu (huruf dan angka Arab)
di tingkat kedua gedung itu (huruf)

9.    Penulisan bilangan yang mendapat akhiran an mengikuti cara berikut. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 5).
    Misalnya:
lima lembar uang 1.000-an    (lima lembar uang seribuan)
tahun 1950-an    (tahun seribu sembilan ratus lima puluhan)
uang 5.000-an    (uang lima-ribuan)

10.    Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks (kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi).
    Misalnya:
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Rumah itu dijual dengan harga Rp125.000.000,00.
11.    Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
    Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan ratus ribu lima ratus rupiah lima puluh sen).
Bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) ke atas harus dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban.
Dia membeli uang dolar Amerika Serikat sebanyak $5,000.00 (lima ribu dolar).
    Catatan:
(1)    Angka Romawi tidak digunakan untuk menyatakan jumlah.
(2)    Angka Romawi digunakan untuk menyatakan penomoran bab (dalam terbitan atau produk perundang-undangan) dan nomor jalan.
(3)    Angka Romawi kecil digunakan untuk penomoran halaman sebelum Bab I dalam naskah dan buku.

J. Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan –nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Buku ini boleh kaubaca.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Rumahnya sedang diperbaiki.
Catatan:
Kata kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital.
Misalnya:
KTP-mu
SIM-nya
STNK-ku
K. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Surat itu dikembalikan kepada si pengirim.
Toko itu memberikan hadiah kepada si pembeli.
Ibu itu membelikan sang suami sebuah laptop.
Siti mematuhi nasihat sang kakak.
Catatan:
Huruf awal si dan sang ditulis dengan huruf kapital jika kata-kata itu diperlakukan sebagai unsur nama diri.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada Sang Kancil.
Dalam cerita itu Si Buta dari Goa Hantu berkelahi dengan musuhnya.



2.3. PEMAKAIAN TANDA BACA
A. Tanda Titik (.)
1.    Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
    Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
    Catatan:
Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang unsur akhirnya sudah bertanda titik. (Lihat juga Bab III, Huruf I.)
    Misalnya:
Buku itu disusun oleh Drs. Sudjatmiko, M.A.
Dia memerlukan meja, kursi, dsb.
Dia mengatakan, "kaki saya sakit."
2.    Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
    Misalnya:
a.    III.    Departemen Pendidikan Nasional
        A.    Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
        B.    Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
            1.    Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini
            2.    ...
b.    1. Patokan Umum
    1.1 Isi Karangan
    1.2 Ilustrasi
    1.2.1 Gambar Tangan
    1.2.2 Tabel
    1.2.3 Grafik
    2. Patokan Khusus
    2.1 ...
    2.2 ...

    Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
3.    Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
    Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
    Catatan:
Penulisan waktu dengan angka dapat mengikuti salah satu cara berikut.
(1)    Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 12 dapat dilengkapi dengan keterangan pagi, siang, sore, atau malam.
    Misalnya:
pukul 9.00 pagi

        pukul 11.00 siang
pukul 5.00 sore
pukul 8.00 malam
(2)    Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 24 tidak memerlukan keterangan pagi, siang, atau malam.
    Misalnya:
pukul 00.45
pukul 07.30
pukul 11.00
pukul 17.00
pukul 22.00

4.    Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
    Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5.    Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
    Misalnya:
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
    Catatan:
Urutan informasi mengenai daftar pustaka tergantung pada lembaga yang bersangkutan.
6.    Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah.
    Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Siswa yang lulus masuk perguruan tinggi negeri 12.000 orang.
Penduduk Jakarta lebih dari 11.000.000 orang.
    Catatan:
(1)    Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
    Misalnya:
Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
(2)    Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
    Misalnya:
Acara Kunjungan Menteri Pendidikan Nasional
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 1945)
Salah Asuhan
(3)    Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) nama dan alamat penerima surat, (b) nama dan alamat pengirim surat, dan (c) di belakang tanggal surat.
    Misalnya:
Yth. Kepala Kantor Penempatan Tenaga

        Jalan Cikini 71
Jakarta
Yth. Sdr. Moh. Hasan
Jalan Arif Rahmad 43
Palembang
Adinda
Jalan Diponegoro 82
Jakarta
21 April 2008
(4)    Pemisahan bilangan ribuan atau kelipatannya dan desimal dilakukan sebagai berikut.
Rp200.250,75    $ 50,000.50
8.750 m    8,750 m


7.    Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan (Lihat Bab II, Huruf H.)
B. Tanda Koma (,)
1.    Tanda koma dipakai di antara unsur unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
    Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat kilat khusus memerlukan prangko.
Satu, dua, ... tiga!
2.    Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dan kecuali.
    Misalnya:
Saya akan membeli buku-buku puisi, tetapi kau yang memilihnya.
Ini bukan buku saya, melainkan buku ayah saya.
Dia senang membaca cerita pendek, sedangkan adiknya suka membaca puisi
Semua mahasiswa harus hadir, kecuali yang tinggal di luar kota.
3.    Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
    Misalnya:
Kalau ada undangan, saya akan datang.
Karena tidak congkak, dia mempunyai banyak teman.
Agar memiliki wawasan yang luas, kita harus banyak membaca buku.
    Catatan:
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya akan datang kalau ada undangan.
Dia mempunyai banyak teman karena tidak congkak.
Kita harus membaca banyak buku agar memiliki wawasan yang luas.
4.    Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu.
    Misalnya:
    Anak itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia memperoleh beasiswa belajar di luar negeri.
Anak itu memang rajin membaca sejak kecil. Jadi, wajar kalau dia menjadi bintang pelajar
Meskipun begitu, dia tidak pernah berlaku sombong kepada siapapun.
    Catatan:
Ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu, tidak dipakai pada awal paragraf.
5.    Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, dan kasihan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
    Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati hati, ya, jalannya licin.
Mas, kapan pulang?
Mengapa kamu diam, Dik?
Kue ini enak, Bu.
6.    Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab III, Huruf J dan K.)
    Misalnya:
Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
"Saya gembira sekali," kata Ibu, "karena lulus ujian."
7.    Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
    Misalnya:
"Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Guru.
"Masuk ke kelas sekarang!" perintahnya.
8.    Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
    Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta
Surabaya, 10 Mei 1960
Tokyo, Jepang.
9.    Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
    Misalnya:
Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.
Halim, Amran (Ed.) 1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa.
Junus, H. Mahmud. 1973. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Alquran
Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
10.    Tanda koma dipakai di antara bagian bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir.
    Misalnya:
Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
Hilman, Hadikusuma, Ensiklopedi Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia (Bandung: Alumni, 1977), hlm. 12.
Poerwadarminta, W.J.S. Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
11.    Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
    Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
Bambang Irawan, S.H.
Siti Aminah, S.E., M.M.
    Catatan:
Bandingkan Siti Khadijah, M.A. dengan Siti Khadijah M.A. (Siti Khadijah Mas Agung).
12.    Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
    Misalnya:
12,5 m
27,3 kg
Rp500,50
Rp750,00
    Catatan:
Bandingkan dengan penggunaan tanda titik yang dimulai dengan angka desimal atau di antara dolar dan sen.
13.    Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab III, Huruf F.)
    Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
    Catatan:
Bandingkan dengan keterangan pewatas yang pemakaiannya tidak diapit dengan tanda koma.
Misalnya:
Semua siswa yang lulus ujian akan mendapat ijazah.
14.    Tanda koma dapat dipakai–untuk menghindari salah baca/salah pengertian–di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
    Misalnya:
Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan nusantara ini.
Atas perhatian Saudara, kami ucapan terima kasih.
    Bandingkan dengan:
Kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan
 nusantara ini dalam
    pengembangan kosakata.
Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Saudara

















DATA

a) Pemakaian Huruf Kapital
1.  Gereja-gereja                    5.  masjid makam Sendang Duwur
2.  Allah SWT`            6 .  Nabi
3.  Muhammad Saw        7.  menara kudus
4.  mesjid raya Damaskus

b) Penulisan Kata
    kata depan
1.    Kehadirat            4. Di balik
2.    Di siapkan            5. Di rencana       
3.    Di desain
c) Gabungan Kata
1.    multi arah       
2.    non material           

d) Penulisan Tanda Baca

    tanda titik
1.    Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M. S,
2.    Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si
3.    Drs. H. Abdul Rauf  Suleiman, M.Hum
4.    Drs. Ali Hadara, M.Hum

    tanda koma
1.    Drs. H. Abdul Rauf  Suleiman, M.Hum selaku pembimbing I
2.    Drs. Ali Hadara, M.Hum selaku pembimbiung II
3.    Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo
4.    Dengan demikian seni pertunjukan ini dihidupi oleh masyarakat, secara rohani menghidupi masyarakatnya

ANALISIS DATA

 Kesalahan Yang Ditemukan Dalam Skripsi

a) Pemakaian Huruf Kapital
1.  Gereja-gereja                    5.  masjid makam Sendang Duwur
2.  Allah SWT`            6 .  Nabi
3.  Muhammad Saw        7.  menara kudus
4.  mesjid raya Damaskus
Seharusnya:
1.     gereja-gereja         5. Menara Makam Sendang Duwur
2.    Allah swt            6. nabi
3.    Muhammad SAW        7. Menara Kudus
4.    Mesjid Raya Damaskus
b) Penulisan Kata
    kata depan
4.    Kehadirat            4. Di balik
5.    Di siapkan            5. Di rencana       
6.    Di desain
Seharusnya:
1.     Ke hadirat                4.  Dibalik
2.    Disiapkan        5. Direncana
3.    Didesain    
c) Gabungan Kata
3.    multi arah        seaharusnya:    1. multiarah
4.    non material             2. Nonmaterial

d) Penulisan Tanda Baca
    tanda titik
1.    Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M. S,
2.    Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si
3.    Drs. H. Abdul Rauf  Suleiman, M.Hum
4.    Drs. Ali Hadara, M.Hum
Seharusnya:
1.    Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S.
2.    Prof. Dr. La Iru, S.H., M.Si.
3.    Drs. H. Abdul Rauf  Suleiman, M.Hum.
4.    Drs. Ali Hadara, M.Hum.
    tanda koma
1.    Drs. H. Abdul Rauf  Suleiman, M.Hum selaku pembimbing I
2.    Drs. Ali Hadara, M.Hum selaku pembimbiung II
3.    Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo
4.    Dengan demikian seni pertunjukan ini dihidupi oleh masyarakat, secara rohani menghidupi masyarakatnya.
Seharusnya:
1.     Drs. H. Abdul Rauf  Suleiman, M.Hum., selaku pembimbing I
2.    Drs. Ali Hadara, M.Hum., selaku pembimbiung II
3.    Prof. Dr. La Iru, S.H., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo
4.    Dengan demikian, seni pertunjukan ini dihidupi oleh masyarakat, secara rohani menghidupi masyarakatnya.


        BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ejaan yang disempurnakan adalah ejaan bahasa indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya,  Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja.
Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa.
B.    Saran
Adapun saran yang dapat kami kemukakan dalam penulisan makalah ini ialah ejaan yang disempurnakan (EYD) sangatlah penting diketahui, terutama bagi mahasiswa bahasa Indonesia karena merupakan pedoman yang baku dalam penulisan.




   

DAFTAR PUSTAKA

Jamudin. 2012. Makam Raja-Raja di Keraton Buton.Skripsi (tidak diterbitkan). Kendari: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.Universitas Halu Oleo, 2012.
Kumaidi. 1998. Ejaan Yang Disempurnakan. Jurnal Ilmu Pendidikan . (Online), Jilid 5, No. 4, (http://www.malang.ac.id , diakses 20 Januari 2000).







DATA
a)    Pemakaian Huruf Kapital
           1. Gereja-gereja        3. menara kudus
2, Nabi                4. masjid makam Sendang Duwur
a)    Penulisan Kata
     kata depan
1.    makluk        3. Di mana
di samping        4. Di sini
gabungan kata
1.    multi arah    seaharusnya: 1. multiarah
2.    non material
b)    Penulisan Tanda Baca
tanda titik
1.    Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M. S,
2.    Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si
3.    Drs. H. Abdul Rauf  Suleiman, M.Hum
Drs. Ali Hadara, M.Hum
 tanda koma
1.    Drs. H. Abdul Rauf  Suleiman, M.Hum selaku pembimbing I
2.    Drs. Ali Hadara, M.Hum selaku pembimbiung II
3.    Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo
ANALISIS DATA

 Kesalahan Yang Ditemukan Dalaam Skripsi
a) Pemakaian Huruf Kapital
                  1. Gereja-gereja                3. menara kudus
2.    Nabi            4. masjid makam Sendang Duwur
seharusnya:
5.     gereja-gereja         3. Menara Kudus
6.    nabi                4. Masjid Makam Sendang Duwur
c)    Penulisan Kata
     kata depan
3.    makluk        3. Di mana
4.    di samping        4. Di sini
seharusnya:
4.     makhluk                3. Dimana
5.    disamping        4. Disini
gabungan kata
5.    multi arah    seaharusnya:    1. multiarah
6.    non material             2. nonmaterial
d)    Penulisan Tanda Baca
tanda titik
5.    Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M. S,
6.    Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si
7.    Drs. H. Abdul Rauf  Suleiman, M.Hum
8.    Drs. Ali Hadara, M.Hum
seharusnya:
                 1.Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S.
                                 2. Prof. Dr. La Iru, S.H., M.Si.
                                 3.Drs. H. Abdul Rauf  Suleiman, M.Hum.
                                 4. Drs. Ali Hadara, M.Hum.
tanda koma
4.    Drs. H. Abdul Rauf  Suleiman, M.Hum selaku pembimbing I
5.    Drs. Ali Hadara, M.Hum selaku pembimbiung II
6.    Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo
seharusnya:
5.     Drs. H. Abdul Rauf  Suleiman, M.Hum., selaku pembimbing I
6.    Drs. Ali Hadara, M.Hum., selaku pembimbiung II
7.    Prof. Dr. La Iru, S.H., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo

Pengertian Profesi dan Bukan Profesi

A.   Pengertian Profesi dan Bukan Profesi

1.    Pengertian profesi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, pendidikan, keuangan, militer, dan teknik.
Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
Pada umumnya orang memberi arti yang sempit teradap pengertian profesional. Profesional sering diartikan sebagai suatu keterampilan teknis yang dimilki seseorang. Misalnya seorang guru dikatakan guru profesional bila guru tersebut memiliki kualitas megajar yang tinggi. Padahal pengertian profesional tidak sesempit itu, namun pengertiannya harus dapat dipandang dari tiga dimensi, yaitu : expert [ahli], responsibility [rasa tanggung jawab] baik tanggung jawab intelektual maupun moral, dan memiliki rasa kesejawatan.
2.    Pengertian Yang Bukan Profesi (Pekerjaan)
Merupakan suatu kegiatan yang tidak bergantung pada suatu keahlian tertentu. Jadi setiap orang dimungkinkan memiliki pekerjaan namun tidak semuanya tertumpu pada satu profesi. Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. .
             Ciri-ciri pekerjaan : Dalam melakukan pekerjaan tidak mengandalkan keahlian dan pengetahuan khusus, pekerjaan yang dilakukan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, memiliki status yang rendah di masyarakat dan hanya bisa menghasilkan sedikit uang.


B. Syarat-Syarat Profesi

Ada beberapa hal yang termasuk dalam syarat-syarat Profesi seperti:
    Standar unjuk kerja
    Lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan pelaku profesi tersebut dengan standar kualitas
    Akademik yang bertanggung jawab
    Organisasi profesi
    Etika dan kode etik profesi
    Sistem imbalan
    Pengakuan masyarakat
Setiap orang maupun perusahaan dalam melakukan kegiatan selalu berusaha untuk menentukan metode kerja yang baik, karena dengan metode kerja yang baik akan dapat meningkatkan produkvitas kerja yang tinggi. Usaha untuk menentukan lama kerja yang dibutuhkan Seorang Operator (terlatih dan  “qualified”) dalam Menyelesaikan suatu pekerjaan yang spesifik pada tingkat kecepatan kerja yang normal dalam lingkungan kerja yang terbaik pada saat itu Pengukuran waktu yang dilakukan terhadap beberapa Alternative system kerja, maka yang terbaik dilihat Dari waktu penyelesaian tersingkat Pengukuran waktu juga ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan, yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar, normal, dan terbaik.
        Dalam kaitannya dengan manajemen produksi/operasi, maka yang dimaksud dengan standar produksi adalah merupakan pedoman yang (harus) digunakan untuk melaksanakan proses produksi suatu perusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh misalnya standar upah dan gaji, standar penggunaan bahan baku, standar jam kerja, dan lain-lain. Sedangkan standardisasi merupakan konsepsi manajemen yang  menitikberatkan pada efektivitas operasi dengan tenaga kerja yang sistematis, dan melalui prosedur yang telah ditentukan. Dengan kata lain, standardisasi dipandang sebagai proses penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan penggunaan standar.
Robert W. Richey (Arikunto, 1990:235) mengungkapkan beberapa ciri-ciri dan juga syarat-syarat profesi sebagai berikut:
    Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
    Seorang pekerja professional, secara aktif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
    Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
    Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.
    Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
    Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin dalam profesi serta kesejahteraan anggotanya.
    Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi, dan kemandirian.
    Memandang profesi suatu karier hidup (alive career) dan menjadi seorang anggota yang permanen.

C. Profesi pendidikan
Profesi itu adalah jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (experties), tanggung jawab, dan kesetiaan  dari para pelakunya.
Secara teori jabatan/pekerjaan ini tidak dapat dikerjakan oleh sembarang orang yang tidak memiliki keahlian, karena tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu.
Keahlian bisa diperoleh melalui proses profesionalisasi seperti pendidikan dan latihan (diklat prajabatan, atau in-service training).
Contoh kalimat: Guru dan dosen adalah jabatan profesi.
Guru sebagai Jabatan Profesi: (National Education Association (NEA) :
1.  Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual,
2. Jabatan yang menggeluti suatu bidang ilmu yang khusus,
3. Jabatan ini memerlukan persiapan pendidikan yang lama,
4. Jabatan ini memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan,
5. Jabatan yang menyajikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen,
6. Jabatan yang menentukan standar (baku) sendiri,
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi,
8. Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat.
Dalam Undang-Undang No 14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam menjalankan tugas tersebut, seorang guru dituntut untuk selalu bersikap profesional. Artinya, dalam menjalankan tugas tersebut guru memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Berdasarkan pengertian profesi tersebut dapat dipahami bahwa sebuah jabatan yang disebut sebagai profesi memiliki sifat kekhususan, dimana tidak semua orang dapat melakukan jabatan tersebut selain orang yang benar-benar memiliki pemahaman dan pengetahuan yang mendalam dengan jabatan tersebut. Menurut Muchtar Luthfi (Ahmad Tafsir, 2008: 107) menyebutkan kriteria seseorang yang disebut memeliki profesi yaitu:
    Profesi harus mengandung keahlian, ini artinya suatu profesi harus diikuti dengan adanya sebuah keahlian yang khusus untuk profesi tersebut. Keahlian tersebut dapat diperoleh dengan mempelajarinya secara husus, misalnya melalui dunia pendidikan formal.
    Profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani dengan sepenuh waktu.
    Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal. Artinya, profesi tersebut harus dijalani menurut aturan yang jelas, dikenal umum, teorinya terbukan, dan secara universal pegangannya tersebut diakui.
    Profesi adalah untuk masyarakat, bukan untuk diri sendiri. Ini artinya profesi tersebut tidak bisa lepas dari jiwa pengabdian kepada sesama dan masyarakat secara umum.
    Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif. Ini diperlukan untuk dapat meyakinkan pran profesi tersebut kepada kliennya.
    Pemegang profesi memiliki otonomi dalam melakukan tugas profesinya. Ini artinya profesi tersebut hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekan-rekannya seprofesi.
    Profesi mempunyai kode etik, yang disebut sebagai kode etik profesi. Ini menjadi pedoman bagi seorang yang memiliki profesi dalam melaksanakan tugas profesinya.
    Profesi harus mempunyai klien yang jelas, yaitu orang yang membutuhkan layanan. Misalnya dalam dunia pendidikan, harus ada siswa sebagai klien dari prosesi seorang guru.
    Suatu profesi memerlukan organisasi profesi yang kuat, ini untuk memperkuat dan memper tajam profesi tersebut. Misalnya dalam dunia pendidikan yaitu adanya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
    Suatu profesi harus mengenali dengan jelas hubungannya dengan profesi lain. Ini diperlukan karena bisa saja suatu profesi terkait dengan profesi lain.



SUMBER


http://arifmetal18.blogspot.com/2010/02/konsep-profesi-kependidikan.html
http://qade.wordpress.com/2009/02/11/profesi-keguruan.html
http://dakir.wordpress.com/2010/02/03/287
Imronfauzi.wordpress.com
http://qade.wordpress.com/2009/02/11/profesi-keguruan/
http://erwadi.polinpdg.ac.id

CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN

CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN
Ciri-ciri profesionalisasi jabatan guru akan mulai nampak, seperti yang dikemukakan oleh Robert W. Richey (1974) sebagai berikut.
1.    Para guru akan bekerja hanya semata-mata memberikan pelayanan kemanusiaan daripada usaha untuk kepentingan pribadi.
2.    Para guru secara hukum dituntut untuk memenuhi berbagai persyaratan untuk mendapatkan lisensi mengajar serta persyaratan yang ketat untuk menjadi anggota organisasi guru.
3.    Para guru dituntut memiliki pemahaman serta keterampilan yang tinggi dalam hal bahan pengajar, metode, anak didik, dan landasan kependidikan.
4.    Para guru dalam organisasi profesional, memiliki publikasi profesional yang dapat melayani para guru, sehingga tidak ketinggalan, bahkan selalu mengikuti perkembangan yang terjadi.
5.    Para guru, diusahakan untuk selalu mengikuti kursus-kursus, workshop, seminar, konvensi serta terlibat secara luas dalam berbagai kegiatan in service.
6.    Para guru diakui sepenuhnya sebagai suatu karier hidup (a life career).
7.    Para guru memiliki nilai dan etika yang berfungsi secara nasional maupun secara lokal.

Khusus untuk jabatan guru ini sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun cirri-cirinya. Misalnya National Education Association (NEA) (1948) menyarankan cirri-ciri sebagai berikut:
-    Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi criteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Malah lebih lanjut dapat diamati bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan professional lainnya. Oleh karena itu, mengajar sering kali disebut sebagai ibu dari segala profesi.
-    Jabatan yang menggeluti batang tubuh ilmu yang khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang orang awam dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan (misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang membuka praktek dokter). Namun, belum ada kesempatan tentang bidang ilmu ksusus melatari pendidikan (education) atau keguruan (teaching).
-    Jabatan yang memerlukan persiapan latihan yang lama
Lagi-lagi terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini. Yang membedakan jabatan profesional dengan nonprofesional antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum yaitu ada diatur universitas/institut atau melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi, disediakan untuk jabatan professional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan yang melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntunkkan bagi jabatan yang nonprofesional tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di Indonesia.
-    Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan professional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan professional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit. Bahkan pada saat sekarang ini bermacam-mcam pendidikan professional tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan (penyetaraan D2 untuk guru SD, dan penyetaraan D3 untuk guru SLTP). Dilihat dari sudut pandang inilah jenis criteria keempat ini dapat dipenuhi bagi jabatan guru di Negara kita.
-    Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
 Di mancanegara barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan titik yang paling lemah dalam mewujudkan mengajar sebagai jabatan professional. Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah kerja ke bidang lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih tinggi.
-    Jabatan yang menentukan bakunya sendiri
Dikarenakan jabatan guru menyangkut hajat hidup orang banyak, maka pembakuan jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiriterutama di negara kita. Pembakuan jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta.
-    Jabatan yang mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai social yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga Negara masa depan.
-    Jabatan yang memounyai organisasi professional yang kuat dan terjalin rapat
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi professional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya.