BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum, orang menganggap bahwa ejaan berhubungan dengan melisankan bahasa. Hal itu terjadi karena orang terikat pada kata atau nama itu. Di dalam bahasa, sebetulnya ejaan berhubungan dengan ragam bahasa tulis. Ejaan adalah cara menuliskan bahasa (kata atau kalimat) dengan menggunakan huruf dan tanda baca. Di dalam perkembangannya, bahasa Indonesia pernah menggunakan beberapa macam ejaan. Mulai tahun 1901, penulisan bahasa Indonesia (waktu itu masih bernama bahasa Melayu) dengan abjad latin mengikuti aturan ejaan yang disebut Ejaan van Ophusyen. Peraturan ejaan itu digunakan sampai bulan Maret 1947, yaitu ketika dikeluarkan peraturan ejaan yang baru oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, Mr.Soewandi dengan Surat Keputusan No. 264/Bhg. A. tanggal 19 Maret 1947 (kemudian diperbaharui dengan lampiran pada Surat Keputusan tanggal 1 April 1947, No.345/Bhg. A). Peraturan ejaan yang baru itu disebut Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
Pada saat ini bahasa Indonesia menggunakan ejaan yang disebut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan mulai Agustus 1972, setelah diresmikan didalam pidato kenegaraan Presiden Suharto pada tanggal 16 Agustus 1972. Penjelasan lebih lanjut mengenai aturan ejaan itu dimuat dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan dilampirkan pada Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975. Di dalam pedoman itu diatur hal-hal mengenai (1) Pemakaian huruf, (2) Penulisan huruf, (3) Penulisan kata, (4) Penulisan unsur serapan.
Ejaan yang Disempurnakan (EYD) adalah sub. materi dalam ketata bahasaan Indonesia, yang memilik peran yang cukup besar dalam mengatur etika berbahasa secara tertulis sehingga diharapkan informasi tersebut dapat disampaikan dan dipahami secara komprehensif dan terarah. Dalam prakteknya diharapkan aturan tersebut dapat digunakan dalam keseharian masyarakat sehingga proses penggunaan tata bahasa Indonesia dapat digunakan secara baik dan benar.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dari penulisan makalah ini ialah sebagai berikut:
1. Bagaimana pemakaian huruf kapital sesuai EYD?
2. Bagaimana penulisan kata sesuai EYD?
3. Bagaimana penggunaan tanda baca sesuai EYD (tanda baca titik dan koma)?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis makalah ini ialah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui pemakaian huruf kapital sesuai dengan EYD.
2. Dapat mengetahui penulisan kata bardasarkan EYD.
3. Dapat mengetahui penggunaan tanda baca yang sesuai dengan EYD.
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini yaitu pembaca maupun penulis dapat mengetahui cara-cara menulis yang benar sesuai EYD.
BAB. II
PEMBAHASAN
2.1. Pemakaian Huruf Kapital
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia membaca buku.
Apa maksudnya?
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu akan selesai dalam satu jam.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
Orang itu menasihati anaknya, "Berhati-hatilah, Nak!"
"Kemarin engkau terlambat," katanya.
"Besok pagi," kata Ibu, "dia akan berangkat."
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Islam Quran
Kristen Alkitab
Hindu Weda
Allah
Yang Mahakuasa
Yang Maha Pengasih
Tuhan akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Nabi Ibrahim
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Pada tahun ini dia pergi naik haji.
Ilmunya belum seberapa, tetapi lagaknya sudah seperti kiai.
5. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan yang diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Jawa Tengah
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan atau nama instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya.
Misalnya:
Sidang itu dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia.
Sidang itu dipimpin Presiden.
Kegiatan itu sudah direncanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Kegiatan itu sudah direncanakan oleh Departemen.
c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak merujuk kepada nama orang, nama instansi, atau nama tempat tertentu.
Misalnya:
Berapa orang camat yang hadir dalam rapat itu?
Devisi itu dipimpin oleh seorang mayor jenderal.
Di setiap departemen terdapat seorang inspektur jenderal.
6. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf Supratman
Halim Perdanakusumah
Ampere
Catatan:
(1) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama seperti pada de, van, dan der (dalam nama Belanda), von (dalam nama Jerman), atau da (dalam nama Portugal).
Misalnya:
J.J de Hollander
J.P. van Bruggen
H. van der Giessen
Otto von Bismarck
Vasco da Gama
(2) Dalam nama orang tertentu, huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata bin atau binti.
Misalnya:
Abdul Rahman bin Zaini
Ibrahim bin Adham
Siti Fatimah binti Salim
Zaitun binti Zainal
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama singkatan nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
pascal second Pas
J/K atau JK-1 joule per Kelvin
N Newton
c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
mesin diesel
10 volt
5 ampere
7. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
bangsa Eskimo
suku Sunda
bahasa Indonesia
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
pengindonesiaan kata asing
keinggris-inggrisan
kejawa-jawaan
8. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari raya.
Misalnya:
tahun Hijriah tarikh Masehi
bulan Agustus bulan Maulid
hari Jumat hari Galungan
hari Lebaran hari Natal
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama peristiwa sejarah.
Misalnya:
Perang Candu
Perang Dunia I
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
9. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama diri geografi.
Misalnya:
Banyuwangi Asia Tenggara
Cirebon Amerika Serikat
Eropa Jawa Barat
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama geografi yang diikuti nama diri geografi.
Misalnya:
Bukit Barisan Danau Toba
Dataran Tinggi Dieng Gunung Semeru
Jalan Diponegoro Jazirah Arab
Ngarai Sianok Lembah Baliem
Selat Lombok Pegunungan Jayawijaya
Sungai Musi Tanjung Harapan
Teluk Benggala Terusan Suez
c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama diri atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya.
Misalnya:
ukiran Jepara pempek Palembang
tari Melayu sarung Mandar
asinan Bogor sate Mak Ajad
d. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi.
Misalnya:
berlayar ke teluk mandi di sungai
menyeberangi selat berenang di danau
e. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis.
Misalnya:
nangka belanda
kunci inggris
petai cina
pisang ambon
10. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi, kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk.
Misalnya:
Republik Indonesia
Departemen Keuangan
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1972
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi.
Misalnya:
beberapa badan hukum
kerja sama antara pemerintah dan rakyat
menjadi sebuah republik
menurut undang-undang yang berlaku
Catatan:
Jika yang dimaksudkan ialah nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan dokumen resmi pemerintah dari negara tertentu, misalnya Indonesia, huruf awal kata itu ditulis dengan huruf kapital.
Misalnya:
Pemberian gaji bulan ke 13 sudah disetujui Pemerintah.
Tahun ini Departemen sedang menelaah masalah itu.
Surat itu telah ditandatangani oleh Direktur.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Dasar-Dasar Ilmu Pemerintahan
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan nama diri.
Misalnya:
Dr. Doktor
S.E. sarjana ekonomi
S.H. sarjana hukum
S.S. sarjana sastra
S.Kp. sarjana keperawatan
M.A. master of arts
M.Hum. magister humaniora
Prof. Profesor
K.H. kiai haji
Tn. Tuan
Ny. Nyonya
Sdr. Saudara
Catatan:
Gelar akademik dan sebutan lulusan perguruan tinggi, termasuk singkatannya, diatur secara khusus dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 036/U/1993.
14. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman, yang digunakan dalam penyapaan atau pengacuan.
Misalnya:
Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"
Besok Paman akan datang.
Surat Saudara sudah saya terima.
"Kapan Bapak berangkat?" tanya Harto.
"Silakan duduk, Dik!" kata orang itu.
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
Dia tidak mempunyai saudara yang tinggal di Jakarta.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata Anda yang digunakan dalam penyapaan.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Siapa nama Anda?
Surat Anda telah kami terima dengan baik.
16. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata, seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang berkaitan dengan pernyataan lengkap itu. (Lihat contoh pada I B, I C, I E, dan II F15).
2.2. Penulisan Kata
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Buku itu sangat menarik.
Ibu sangat mengharapkan keberhasilanmu.
Kantor pajak penuh sesak.
Dia bertemu dengan kawannya di kantor pos.
B. Kata Turunan
1. a. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.
Misalnya:
berjalan
dipermainkan
gemetar
kemauan
lukisan
menengok
petani
b. Imbuhan dirangkaikan dengan tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar yang bukan bahasa Indonesia.
Misalnya:
mem-PHK-kan
di-PTUN-kan
di-upgrade
me-recall
2. Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 5.)
Misalnya:
bertepuk tangan
garis bawahi
menganak sungai
sebar luaskan
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 5.)
Misalnya:
dilipatgandakan
menggarisbawahi
menyebarluaskan
penghancurleburan
pertanggungjawaban
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai.
Misalnya:
Adipati Dwiwarna paripurna
aerodinamika Ekawarna poligami
Antarkota Ekstrakurikuler pramuniaga
Antibiotik Infrastruktur prasangka
Anumerta Inkonvensional purnawirawan
Audiogram Kosponsor saptakrida
Awahama Mahasiswa semiprofesional
bikarbonat Mancanegara subseksi
Biokimia Monoteisme swadaya
caturtunggal Multilateral telepon
dasawarsa Narapidana transmigrasi
Dekameter Nonkolaborasi tritunggal
demoralisasi Pascasarjana ultramodern
Catatan:
(1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf kapital, tanda hubung (-) digunakan di antara kedua unsur itu.
Misalnya:
non-Indonesia
pan-Afrikanisme
pro-Barat
(2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan merujuk kepada Tuhan yang diikuti oeh kata berimbuhan, gabungan itu ditulis terpisah dan unsur unsurnya dimulai dengan huruf kapital.
Misalnya:
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pengampun.
(3) Jika kata maha, sebagai unsur gabungan, merujuk kepada Tuhan dan diikuti oleh kata dasar, kecuali kata esa, gabungan itu ditulis serangkai.
Misalnya:
Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita.
Mudah mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
(4) Bentuk bentuk terikat dari bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti pro, kontra, dan anti, dapat digunakan sebagai bentuk dasar.
Misalnya:
Sikap masyarakat yang pro lebih banyak daripada yang kontra.
Mereka memperlihatkan sikap anti terhadap kejahatan.
(5) Kata tak sebagai unsur gabungan dalam peristilahan ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh bentuk berimbuhan.
Misalnya:
taklaik terbang
taktembus cahaya
tak bersuara
tak terpisahkan
C. Bentuk Ulang
1. Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung di antara unsur-unsurnya.
Misalnya:
anak-anak mata-mata
berjalan-jalan menulis-nulis
biri-biri mondar-mandir
buku-buku ramah-tamah
hati-hati sayur-mayur
kuda-kuda serba-serbi
kupu-kupu terus-menerus
lauk-pauk tukar-menukar
Catatan:
(1) Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama saja.
Misalnya:
surat kabar → surat-surat kabar
kapal barang → kapal-kapal barang
rak buku → rak-rak buku
(2) Bentuk ulang gabungan kata yang unsur keduanya adjektiva ditulis dengan mengulang unsur pertama atau unsur keduanya dengan makna yang berbeda.
Misalnya:
orang besar → orang-orang besar
orang besar-besar
gedung tinggi → gedung-gedung tinggi
gedung tinggi-tinggi
2. Awalan dan akhiran ditulis serangkai dengan bentuk ulang.
Misalnya:
kekanak-kanakan
perundang-undangan
melambai-lambaikan
dibesar-besarkan
memata-matai
(Lihat keinggris-inggrisan Bab I, Huruf F, Butir 7.)
Catatan:
Angka 2 dapat digunakan dalam penulisan bentuk ulang untuk keperluan khusus, seperti dalam pembuatan catatan rapat atau kuliah.
Misalnya:
Pemerintah sedang mempersiapkan rancangan undang2 baru.
Kami mengundang orang2 yang berminat saja.
Mereka me-lihat2 pameran.
Yang ditampilkan dalam pameran itu adalah buku2 terbitan Jakarta.
Bajunya ke-merah2-an
D. Gabungan Kata
1. Unsur-unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar model linear
kambing hitam orang tua
simpang empat persegi panjang
mata pelajaran rumah sakit umum
meja tulis kereta api cepat luar biasa
2. Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan menambahkan tanda hubung di antara unsur-unsurnya untuk menegaskan pertalian unsur yang
bersangkutan.
Misalnya:
anak-istri Ali anak istri-Ali
ibu-bapak kami ibu bapak-kami
buku-sejarah baru buku sejarah-baru
3. Gabungan kata yang dirasakan sudah padu benar ditulis serangkai.
Misalnya:
Acapkali darmasiswa puspawarna
adakalanya darmawisata radioaktif
akhirulkalam Dukacita saptamarga
alhamdulillah halalbihalal saputangan
Apalagi hulubalang saripati
astagfirullah Kacamata sebagaimana
bagaimana Kasatmata sediakala
barangkali Kepada segitiga
Beasiswa Kilometer sekalipun
belasungkawa Manakala sukacita
Bilamana manasuka sukarela
Bismillah matahari sukaria
bumiputra padahal syahbandar
Daripada peribahasa waralaba
darmabakti perilaku wiraswata
E. Suku Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada huruf vokal yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya:
bu-ah
ma-in
ni-at
sa-at
b. Huruf diftong ai, au, dan oi tidak dipenggal.
Misalnya:
pan-dai
au-la
sau-da-ra
am-boi
c. Jika di tengah kata dasar ada huruf konsonan (termasuk gabungan huruf konsonan) di antara dua buah huruf vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf konsonan itu.
Misalnya:
ba-pak
la-wan
de-ngan
ke-nyang
mu-ta-khir
mu-sya-wa-rah
d. Jika di tengah kata dasar ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu.
Misalnya:
Ap-ril
cap-lok
makh-luk
man-di
sang-gup
som-bong
swas-ta
e. Jika di tengah kata dasar ada tiga huruf konsonan atau lebih yang masing-masing melambangkan satu bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
ul-tra
in-fra
ben-trok
in-stru-men
Catatan:
(1) Gabungan huruf konsonan yang melambangkan satu bunyi tidak dipenggal.
Misalnya:
bang-krut
bang-sa
ba-nyak
ikh-las
kong-res
makh-luk
masy-hur
sang-gup
(2) Pemenggalan kata tidak boleh menyebabkan munculnya satu huruf (vokal) di awal atau akhir baris.
Misalnya:
itu → i-tu
setia → se-ti-a
2. Pemenggalan kata dengan awalan, akhiran, atau partikel dilakukan di antara bentuk dasar dan imbuhan atau partikel itu.
Misalnya:
ber-jalan
mem-bantu
di-ambil
ter-bawa
per-buat
makan-an
letak-kan
me-rasa-kan
pergi-lah
apa-kah
per-buat-an
ke-kuat-an
Catatan:
(1) Pemenggalan kata berimbuhan yang bentuk dasarnya mengalami perubahan
dilakukan seperti pada kata dasar.
Misalnya:
me-nu-tup
me-ma-kai
me-nya-pu
me-nge-cat
pe-no-long
pe-mi-kir
pe-nga-rang
pe-nye-but
pe-nge-tik
(2) Akhiran -i tidak dipisahkan pada pergantian baris. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 2.)
(3) Pemenggalan kata bersisipan dilakukan seperti pada kata dasar.
Misalnya:
ge-lem-bung
ge-mu-ruh
ge-ri-gi
si-nam-bung
te-lun-juk
(4) Pemenggalan tidak dilakukan pada suku kata yang terdiri atas satu vokal.
Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan ....
Walaupun cuma cuma, mereka tidak mau ambil makanan itu.
3. Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan salah satu unsurnya itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur itu. Tiap-tiap unsur gabungan itu dipenggal seperti pada kata dasar. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 2.)
Misalnya:
bio-grafi bi-o-gra-fi
bio-data bi-o-da-ta
foto-grafi fo-to-gra-fi
foto-kopi fo-to-ko-pi
intro-speksi in-tro-spek-si
intro-jeksi in-tro-jek-si
kilo-gram ki-lo-gram
kilo-meter ki-lo-me-ter
pasca-panen pas-ca-pa-nen
pasca-sarjana pas-ca-sar-ja-na
4. Nama orang, badan hukum, atau nama diri lain yang terdiri atas dua unsur atau lebih dipenggal pada akhir baris di antara unsur-unsurnya (tanpa tanda pisah). Unsur nama yang berupa singkatan tidak dipisahkan.
F. Kata Depan
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada. (Lihat juga Bab II, Huruf D, Butir 3.)
Misalnya:
Bermalam sajalah di sini.
Di mana dia sekarang?
Kain itu disimpan di dalam lemari.
Kawan-kawan bekerja di dalam gedung.
Dia berjalan-jalan di luar gedung.
Dia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Mari kita berangkat ke kantor.
Saya pergi ke sana kemari mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Saya tidak tahu dari mana dia berasal.
Cincin itu terbuat dari emas.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di dalam kalimat seperti di bawah ini ditulis serangkai.
Misalnya:
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Dia lebih tua daripada saya.
Dia masuk, lalu keluar lagi.
Bawa kemari gambar itu.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
G. Partikel
1. Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik!
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun permasalahannya, dia dapat mengatasinya dengan bijaksana.
Hendak pulang tengah malam pun sudah ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika Ayah membaca di teras, Adik pun membaca di tempat itu.
Catatan:
Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Adapun sebab sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga, tugas itu akan diselesaikannya.
Baik laki laki maupun perempuan ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum selesai, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.
Walaupun sederhana, rumah itu tampak asri.
3. Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Mereka masuk ke dalam ruang satu per satu.
Harga kain itu Rp50.000,00 per helai.
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 Januari.
Catatan:
Partikel per dalam bilangan pecahan yang ditulis dengan huruf dituliskan serangkai dengan kata yang mengikutinya. (Lihat Bab II, Huruf I, Butir 7.)
H. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik di belakang tiap-tiap singkatan itu.
Misalnya:
A.H. Nasution Abdul Haris Nasution
H. Hamid Haji Hamid
Suman Hs. Suman Hasibuan
W.R. Supratman Wage Rudolf Supratman
M.B.A. master of business administration
M.Hum. magister humaniora
M.Si. magister sains
S.E. sarjana ekonomi
S.Sos sarjana sosial
S.Kom sarjana ilmu komputer
S.Ikom sarjana komunikasi
S.K.M. sarjana kesehatan masyarakat
Bpk. Bapak
Sdr. Saudara
Kol. Kolonel
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PBB Perserikatan Bangsa Bangsa
WHO World Health Organization
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
PT perseroan terbatas
SD sekolah dasar
KTP kartu tanda penduduk
c. 1) Singkatan kata yang berupa gabungan huruf diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
jml. jumlah
kpd. kepada
tgl. tanggal
hlm. halaman
yg. yang
dl. dalam
No. nomor
2) Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf diakhiri dengan tanda titik.
Misalnya:
dll. dan lain lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
sda. sama dengan atas
ybs. yang bersangkutan
Yth. Yang terhormat
Catatan:
Singkatan itu dapat digunakan untuk keperluan khusus, seperti dalam pembuatan catatan rapat dan kuliah.
d. Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf (lazim digunakan dalam surat-menyurat) masing-masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian
e. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda dengan titik.
Misalnya:
Cu kuprum
cm sentimeter
kg kilogram
kVA kilovolt ampere
l liter
Rp rupiah
TNT trinitrotoluene
2. Akronim ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang diperlakukan sebagai sebuah kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal unsur-unsur nama diri ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
SIM surat izin mengemudi
b. Akronim nama diri yang berupa singkatan dari beberapa unsur ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
Bulog Badan Urusan Logistik
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kowani Kongres Wanita Indonesia
c. Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau lebih ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu pemilihan umum
iptek ilmu pengetahuan dan teknologi
rapim rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran
radar radio detecting and ranging
Catatan:
Jika pembentukan akronim dianggap perlu, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut.
(1) Jumlah suku kata akronim tidak melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia (tidak lebih dari tiga suku kata).
(2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata bahasa Indonesia yang lazim agar mudah diucapkan dan diingat.
I. Angka dan Bilangan
Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000), V (5.000), M (1.000.000)
1. Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan itu dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau paparan.
Misalnya:
Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
Di antara 72 anggota yang hadir 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang tidak memberikan suara.
Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 minibus, dan 250 sedan.
2. Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
Panitia mengundang 250 orang peserta.
Bukan:
250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu.
3. Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
Dia mendapatkan bantuan Rp250 juta rupiah untuk mengembangkan usahanya.
Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10 triliun.
4. Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.
Misalnya:
0,5 sentimeter tahun 1928
5 kilogram 17 Agustus 1945
4 meter persegi 1 jam 20 menit
10 liter pukul 15.00
Rp5.000,00 10 persen
US$3,50* 27 orang
£5,10*
¥100
2.000 rupiah
Catatan:
(1) Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*) merupakan tanda desimal.
(2) Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, £, dan ¥ tidak diakhiri dengan tanda titik dan tidak ada spasi antara lambang itu dan angka yang mengikutinya, kecuali di dalam tabel.
5. Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Jalan Wijaya No. 14
Apartemen No. 5
Hotel Mahameru, Kamar 169
6. Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
Markus 2: 3
7. Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan utuh
Misalnya:
dua belas (12)
tiga puluh (30)
lima ribu (5000)
b. Bilangan pecahan
Misalnya:
setengah (1/2)
seperenam belas (1/16)
tiga perempat (3/4)
dua persepuluh (0,2) atau (2/10)
tiga dua pertiga (3 2/3)
satu persen (1%)
satu permil (1‰)
Catatan:
(1) Pada penulisan bilangan pecahan dengan mesin tik, spasi digunakan di antara bilangan utuh dan bilangan pecahan.
(2) Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan lambang bilangan dengan huruf yang dapat menimbulkan salah pengertian.
Misalnya:
20 2/3 (dua puluh dua-pertiga)
22/30 (dua-puluh-dua pertiga puluh)
20 15/17 (dua puluh lima-belas pertujuh belas)
150 2/3 (seratus lima puluh dua-pertiga)
152/3 (seratus-lima-puluh-dua pertiga)
8. Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
a. pada awal abad XX (angka Romawi kapital)
dalam kehidupan pada abad ke-20 ini (huruf dan angka Arab
pada awal abad kedua puluh (huruf)
b. kantor di tingkat II gedung itu (angka Romawi)
di tingkat ke-2 gedung itu (huruf dan angka Arab)
di tingkat kedua gedung itu (huruf)
9. Penulisan bilangan yang mendapat akhiran an mengikuti cara berikut. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 5).
Misalnya:
lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan)
tahun 1950-an (tahun seribu sembilan ratus lima puluhan)
uang 5.000-an (uang lima-ribuan)
10. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks (kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi).
Misalnya:
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Rumah itu dijual dengan harga Rp125.000.000,00.
11. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan ratus ribu lima ratus rupiah lima puluh sen).
Bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) ke atas harus dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban.
Dia membeli uang dolar Amerika Serikat sebanyak $5,000.00 (lima ribu dolar).
Catatan:
(1) Angka Romawi tidak digunakan untuk menyatakan jumlah.
(2) Angka Romawi digunakan untuk menyatakan penomoran bab (dalam terbitan atau produk perundang-undangan) dan nomor jalan.
(3) Angka Romawi kecil digunakan untuk penomoran halaman sebelum Bab I dalam naskah dan buku.
J. Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan –nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Buku ini boleh kaubaca.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Rumahnya sedang diperbaiki.
Catatan:
Kata kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital.
Misalnya:
KTP-mu
SIM-nya
STNK-ku
K. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Surat itu dikembalikan kepada si pengirim.
Toko itu memberikan hadiah kepada si pembeli.
Ibu itu membelikan sang suami sebuah laptop.
Siti mematuhi nasihat sang kakak.
Catatan:
Huruf awal si dan sang ditulis dengan huruf kapital jika kata-kata itu diperlakukan sebagai unsur nama diri.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada Sang Kancil.
Dalam cerita itu Si Buta dari Goa Hantu berkelahi dengan musuhnya.
2.3. PEMAKAIAN TANDA BACA
A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Catatan:
Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang unsur akhirnya sudah bertanda titik. (Lihat juga Bab III, Huruf I.)
Misalnya:
Buku itu disusun oleh Drs. Sudjatmiko, M.A.
Dia memerlukan meja, kursi, dsb.
Dia mengatakan, "kaki saya sakit."
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
a. III. Departemen Pendidikan Nasional
A. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
B. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
1. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini
2. ...
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
2. Patokan Khusus
2.1 ...
2.2 ...
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
Catatan:
Penulisan waktu dengan angka dapat mengikuti salah satu cara berikut.
(1) Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 12 dapat dilengkapi dengan keterangan pagi, siang, sore, atau malam.
Misalnya:
pukul 9.00 pagi
pukul 11.00 siang
pukul 5.00 sore
pukul 8.00 malam
(2) Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 24 tidak memerlukan keterangan pagi, siang, atau malam.
Misalnya:
pukul 00.45
pukul 07.30
pukul 11.00
pukul 17.00
pukul 22.00
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya:
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
Catatan:
Urutan informasi mengenai daftar pustaka tergantung pada lembaga yang bersangkutan.
6. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Siswa yang lulus masuk perguruan tinggi negeri 12.000 orang.
Penduduk Jakarta lebih dari 11.000.000 orang.
Catatan:
(1) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
(2) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Menteri Pendidikan Nasional
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 1945)
Salah Asuhan
(3) Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) nama dan alamat penerima surat, (b) nama dan alamat pengirim surat, dan (c) di belakang tanggal surat.
Misalnya:
Yth. Kepala Kantor Penempatan Tenaga
Jalan Cikini 71
Jakarta
Yth. Sdr. Moh. Hasan
Jalan Arif Rahmad 43
Palembang
Adinda
Jalan Diponegoro 82
Jakarta
21 April 2008
(4) Pemisahan bilangan ribuan atau kelipatannya dan desimal dilakukan sebagai berikut.
Rp200.250,75 $ 50,000.50
8.750 m 8,750 m
7. Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan (Lihat Bab II, Huruf H.)
B. Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai di antara unsur unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat kilat khusus memerlukan prangko.
Satu, dua, ... tiga!
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dan kecuali.
Misalnya:
Saya akan membeli buku-buku puisi, tetapi kau yang memilihnya.
Ini bukan buku saya, melainkan buku ayah saya.
Dia senang membaca cerita pendek, sedangkan adiknya suka membaca puisi
Semua mahasiswa harus hadir, kecuali yang tinggal di luar kota.
3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau ada undangan, saya akan datang.
Karena tidak congkak, dia mempunyai banyak teman.
Agar memiliki wawasan yang luas, kita harus banyak membaca buku.
Catatan:
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya akan datang kalau ada undangan.
Dia mempunyai banyak teman karena tidak congkak.
Kita harus membaca banyak buku agar memiliki wawasan yang luas.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu.
Misalnya:
Anak itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia memperoleh beasiswa belajar di luar negeri.
Anak itu memang rajin membaca sejak kecil. Jadi, wajar kalau dia menjadi bintang pelajar
Meskipun begitu, dia tidak pernah berlaku sombong kepada siapapun.
Catatan:
Ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu, tidak dipakai pada awal paragraf.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, dan kasihan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati hati, ya, jalannya licin.
Mas, kapan pulang?
Mengapa kamu diam, Dik?
Kue ini enak, Bu.
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab III, Huruf J dan K.)
Misalnya:
Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
"Saya gembira sekali," kata Ibu, "karena lulus ujian."
7. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
"Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Guru.
"Masuk ke kelas sekarang!" perintahnya.
8. Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta
Surabaya, 10 Mei 1960
Tokyo, Jepang.
9. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.
Halim, Amran (Ed.) 1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa.
Junus, H. Mahmud. 1973. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Alquran
Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
10. Tanda koma dipakai di antara bagian bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir.
Misalnya:
Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
Hilman, Hadikusuma, Ensiklopedi Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia (Bandung: Alumni, 1977), hlm. 12.
Poerwadarminta, W.J.S. Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
11. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
Bambang Irawan, S.H.
Siti Aminah, S.E., M.M.
Catatan:
Bandingkan Siti Khadijah, M.A. dengan Siti Khadijah M.A. (Siti Khadijah Mas Agung).
12. Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
27,3 kg
Rp500,50
Rp750,00
Catatan:
Bandingkan dengan penggunaan tanda titik yang dimulai dengan angka desimal atau di antara dolar dan sen.
13. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab III, Huruf F.)
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
Catatan:
Bandingkan dengan keterangan pewatas yang pemakaiannya tidak diapit dengan tanda koma.
Misalnya:
Semua siswa yang lulus ujian akan mendapat ijazah.
14. Tanda koma dapat dipakai–untuk menghindari salah baca/salah pengertian–di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan nusantara ini.
Atas perhatian Saudara, kami ucapan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan
nusantara ini dalam
pengembangan kosakata.
Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Saudara
DATA
a) Pemakaian Huruf Kapital
1. Gereja-gereja 5. masjid makam Sendang Duwur
2. Allah SWT` 6 . Nabi
3. Muhammad Saw 7. menara kudus
4. mesjid raya Damaskus
b) Penulisan Kata
kata depan
1. Kehadirat 4. Di balik
2. Di siapkan 5. Di rencana
3. Di desain
c) Gabungan Kata
1. multi arah
2. non material
d) Penulisan Tanda Baca
tanda titik
1. Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M. S,
2. Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si
3. Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.Hum
4. Drs. Ali Hadara, M.Hum
tanda koma
1. Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.Hum selaku pembimbing I
2. Drs. Ali Hadara, M.Hum selaku pembimbiung II
3. Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo
4. Dengan demikian seni pertunjukan ini dihidupi oleh masyarakat, secara rohani menghidupi masyarakatnya
ANALISIS DATA
Kesalahan Yang Ditemukan Dalam Skripsi
a) Pemakaian Huruf Kapital
1. Gereja-gereja 5. masjid makam Sendang Duwur
2. Allah SWT` 6 . Nabi
3. Muhammad Saw 7. menara kudus
4. mesjid raya Damaskus
Seharusnya:
1. gereja-gereja 5. Menara Makam Sendang Duwur
2. Allah swt 6. nabi
3. Muhammad SAW 7. Menara Kudus
4. Mesjid Raya Damaskus
b) Penulisan Kata
kata depan
4. Kehadirat 4. Di balik
5. Di siapkan 5. Di rencana
6. Di desain
Seharusnya:
1. Ke hadirat 4. Dibalik
2. Disiapkan 5. Direncana
3. Didesain
c) Gabungan Kata
3. multi arah seaharusnya: 1. multiarah
4. non material 2. Nonmaterial
d) Penulisan Tanda Baca
tanda titik
1. Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M. S,
2. Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si
3. Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.Hum
4. Drs. Ali Hadara, M.Hum
Seharusnya:
1. Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S.
2. Prof. Dr. La Iru, S.H., M.Si.
3. Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.Hum.
4. Drs. Ali Hadara, M.Hum.
tanda koma
1. Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.Hum selaku pembimbing I
2. Drs. Ali Hadara, M.Hum selaku pembimbiung II
3. Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo
4. Dengan demikian seni pertunjukan ini dihidupi oleh masyarakat, secara rohani menghidupi masyarakatnya.
Seharusnya:
1. Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.Hum., selaku pembimbing I
2. Drs. Ali Hadara, M.Hum., selaku pembimbiung II
3. Prof. Dr. La Iru, S.H., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo
4. Dengan demikian, seni pertunjukan ini dihidupi oleh masyarakat, secara rohani menghidupi masyarakatnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ejaan yang disempurnakan adalah ejaan bahasa indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja.
Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami kemukakan dalam penulisan makalah ini ialah ejaan yang disempurnakan (EYD) sangatlah penting diketahui, terutama bagi mahasiswa bahasa Indonesia karena merupakan pedoman yang baku dalam penulisan.
DAFTAR PUSTAKA
Jamudin. 2012. Makam Raja-Raja di Keraton Buton.Skripsi (tidak diterbitkan). Kendari: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.Universitas Halu Oleo, 2012.
Kumaidi. 1998. Ejaan Yang Disempurnakan. Jurnal Ilmu Pendidikan . (Online), Jilid 5, No. 4, (http://www.malang.ac.id , diakses 20 Januari 2000).
DATA
a) Pemakaian Huruf Kapital
1. Gereja-gereja 3. menara kudus
2, Nabi 4. masjid makam Sendang Duwur
a) Penulisan Kata
kata depan
1. makluk 3. Di mana
di samping 4. Di sini
gabungan kata
1. multi arah seaharusnya: 1. multiarah
2. non material
b) Penulisan Tanda Baca
tanda titik
1. Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M. S,
2. Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si
3. Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.Hum
Drs. Ali Hadara, M.Hum
tanda koma
1. Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.Hum selaku pembimbing I
2. Drs. Ali Hadara, M.Hum selaku pembimbiung II
3. Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo
ANALISIS DATA
Kesalahan Yang Ditemukan Dalaam Skripsi
a) Pemakaian Huruf Kapital
1. Gereja-gereja 3. menara kudus
2. Nabi 4. masjid makam Sendang Duwur
seharusnya:
5. gereja-gereja 3. Menara Kudus
6. nabi 4. Masjid Makam Sendang Duwur
c) Penulisan Kata
kata depan
3. makluk 3. Di mana
4. di samping 4. Di sini
seharusnya:
4. makhluk 3. Dimana
5. disamping 4. Disini
gabungan kata
5. multi arah seaharusnya: 1. multiarah
6. non material 2. nonmaterial
d) Penulisan Tanda Baca
tanda titik
5. Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M. S,
6. Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si
7. Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.Hum
8. Drs. Ali Hadara, M.Hum
seharusnya:
1.Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S.
2. Prof. Dr. La Iru, S.H., M.Si.
3.Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.Hum.
4. Drs. Ali Hadara, M.Hum.
tanda koma
4. Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.Hum selaku pembimbing I
5. Drs. Ali Hadara, M.Hum selaku pembimbiung II
6. Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo
seharusnya:
5. Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.Hum., selaku pembimbing I
6. Drs. Ali Hadara, M.Hum., selaku pembimbiung II
7. Prof. Dr. La Iru, S.H., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar