Selasa, 29 Oktober 2013

analisis eyd

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang
Istilah “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta wac/ wak/ vak, artinya berkata, berucap  (Douglas, 1967:266).  Bila dilihat dari jenisnya, kata wac dalam morfologi bahasa Sansekerta, termasuk kata kerja golongan III parasmaepada (m) yang bersifat aktif, yaitu ‘melakukan tindakan ujar’.
Oka (1994 : 30) Memberi definisi yang pendek dan sederhana bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar. Selain itu wahab (1991 : 128) memberi definisi wacana sebagai organisasi bahasa yang lebih luas dari kalimat atau klausa.
Demikian pula Kridalaksana, mendefinisikan wacana adalah satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana merupakan satuan bahasa yang membawa amanat yang lengkap. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh, seperti novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa wacana merupakan kelas kata benda (nomina) yang mempunyai arti sebagai berikut :
a.Ucapan; perkataan; tuturan;
b.Keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan;
c. Satuan bahasa terlengkap, realisasinya tampak pada bentuk karangan yang utuh, seperti novel, buku, atau artikel.
Pada pengertian ketiga tidak jauh berbeda apabila dibandingkan dengan apa yang tertuang di dalam Kamus Linguistik susunan Harimurti Kridalaksana. Tampak pada batasan tersebut bahwa keutuhan atau kelengkapan makna di dalam sebuah wacana merupakan syarat penting yang harus dimilikinya. Di samping itu secara tegas dinyatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, wujud konkretnya berupa novel, buku, artikel, dan sebagainya.
Menurut Harimurti Kridalaksana mengatakan bahwa wacana  berarti satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi, dan terbesar. Wacana juga dapat direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraph, atau karangan utuh( buku ) yang membawa amanat lengkap.
Menurut Henry Guntur Tarigan, wacana adalah satuan bahasa ynag paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara tertulis maupun lisan.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moelino ( 1988:34)  menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep kohesif sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk.
Kohesi merupakan organisasi sintaktik, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Kohesi adalah hubungan antar kalimat di dalam wacana baik dalam strata gramatikal maupun dalam tataran leksikal.
Menurut Anton M. Moeliono (1988: 343) kohesi adalah keserasian hubungan antara unsure yang satu dengan unsure yang lainnya sehingga tercipta pengertian yang apik dan koheren.
1.2    Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah “Peran Kohesi dalam Menghubungkan Kalimat yang Satu dengan Kalimat yang Lain dalam Wacana”

1.3  Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca dan penulis dapat mengetahui Peran Kohesi dalam Menghubungkan Kalimat yang Satu dengan Kalimat yang Lain dalam Wacana.
1.3    Manfaat
Setelah membaca makalah ini, maka penulis maupun pembaca bisa mengaplikasikan penggunaan kohesi antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya dalam sebuah wacana.

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian  Kohesi
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moelino ( 1988:34)  menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep kohesif sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk.
Artinya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Menurut Anton M. Moelino, dkk ( 1987:96) untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif.
Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana dapat di interpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsur - unsur lainnya. Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
Kohesi gramatikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan tata bahasa. Kohesi leksikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan kata.

2.2 Kohesi Gramatikal
Kohesi gramatikal meliputi:
a.    Referensi (pengacuan)   
Referensi merupakan pengacuan satuan lingual tertentu terhadap satuan lainnya. Di lihat dari acuannya, referensi terbagi atas:
1. Referensi eksofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di luar teks wacana. Contoh: Itu matahari, kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di luar teks, yaitu “benda berpijar yang menerangi alam ini”.
2. Referensi endofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di dalam teks wacana.
Referensi endofora terbagi atas:
-    Referensi anaphora yaitu pengacuan satual lingual yang disebutkan terlebih dahulu, mengacu yang sebelah kiri.
Contoh: Peringatan HUT ke-66 Indonesia ini akan di ramaikan dengan pagelaran pesta kembang api.
-    Referensi katafora yaitu pengacuan satuan lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu yang sebelah kanan.
Contoh: Kamu harus pergi! Ayo, cici cepatlah!
Di lihat dari klasifikasinya, referensi terbagi atas:
1.    Referensi persona yaitu pengacuan satual lingual berupa pronomina atau kata ganti orang.
    Tunggal    Jamak
Persona pertama    Aku, saya    Kami, kita
Persona kedua    Kamu, engkau, anda    Kalian,kami sekalian
Persona ketiga    Dia, ia, beliau    Mereka

Contoh: Firdaus, kamu harus mandi.
2.    Referensi demonstrasi yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk menunjuk. Biasanya menggunakan kata : kini, sekarang, saat ini, di sini, di situ, ini, itu, dan sebagainya.
Contoh: Pohon-pohon kelapa itu, tumbuh di tanah lereng diantara pepohonan lain yang rapat dan rimbun.
3.    Referensi interogatif yaitu pengacuan satuan lingual berupa kata tanya.
contoh: Kamu mau kemana?
4.    Referensi komparatif yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk membandingkan satual lingual lain.
contoh: Tidak berbeda jauh dengan ibunya, Nita orangnya cantik, ramah, dan lemah lembut.
b.    Substitusi ( penggantian)
Substitusi diartikan sebagai penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk  memperoleh unsur pembeda. Substitusi dilihat dari satuan lingualnya dapat dibedakan atas:
1.Substitusi nominal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata benda.
Contoh: Memang Soni mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Surakarta. Pacarnya itu memang cantik, halus budi bahasanya, dan bersifat keibuan.
2. Substitusi verbal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata kerja.
Contoh: Soni berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan berobat ke dokter kemarin sore. Ternyata dia di vonis menderita penyakit kanker. Selain berusaha ke dokter, dia juga tidak lupa berdoa dan selalu berikhtiar pada allah.
3. Substitusi frasa yaitu penggantisn satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa frasa.
Contoh: Hari ini hari minggu. Mumpung hari libur aku manfaatkan saja untuk menengok Nenek di desa.
4.    Substitusi klausal yaitu penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa klausa.
Contoh:
Nida : jika perubahan yang dialami oleh azam tidak bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya, mungkin hal itu dikarenakan oleh kenyataan bahwa orang –orang tesebut banyak yang tidak sukses seperti azam.
Barik : tampaknya memang begitu!

c.    Elipsis atau pelesapan
Elipsis adalah pelesapan satuan lingual tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya. Adapun fungsi dari elipsis yaitu:
1. Untuk efektifitas kalimat
2. Untuk mencapai nilai ekkonomis dalam pemakaian bahasa
3. Untuk mencapai aspek kepaduan wacana
4. Untuk mengaktifkan pikiran pendengar atau pembaca terhadap sesuatu yang di ungkapkan dalam satuan kata.
Contoh: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentuksn dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih.
Kalimat kedua yang berbunyi terima kasih merupakan elipsis. Unsur yang hilang adalah subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentukan dalam penyusunan skripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih.
Kakak: Kapan adik datang?
Adik  : tadi siang.
Pernyataan adik tersebut merupakan pelesapan subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Saya datang tadi siang.

d.    Konjungsi (perangkaian)
Konjungsi adalah kohesi gramatikal yang dilakukan dengan menghubungkan unsure yang satu dengan unsur yang lain. Unsur yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, dan paragraf.

Macam-macam konjungsi sebagai berikut:
1.    Sebab-akibat
Hubungan sebab-akibat terjadi apabila salah satu proposisi menunjukkan penyebab terjadinya suatu kondisi tertentu yang merupakan akibat atau sebaliknya. Konjungsi yang digunakan antara lain: karena, sebab, makanya, sehingga, oleh karena itu, dengan demikian dan sebagainya.
Contoh: Adik sakit sehingga tidak masuk sekolah.
2.    Pertentangan
Hubungan pertentangan terjadi apabila ada dua ide atau proposisi yang menunjukkan kebalikan atau kekontrasan. Konjungsi yang digunakan yaitu tetapi dan namun.
Contoh: Nyamuk berseliweran, pengemis, pelacur, pencoleng, dan gelandangan berkeliaran. Namun, di kampung kumuh tersebut sedang dibangun sekolah mewah.
3.    Kelebihan atau  eksesif
Hubungan eksesif digunakan untuk menyatakan kelebihan, ditandai dengan konjungsi malah.
Contoh: Karena tadi malam kurang istirahat, dia tertidur di dalam kelas. Malah tugasnya belum dikerjakan pula.
4.    Perkecualian atau eksepsif
Hubungan eksepsif digunakan untuk menyatakan pengecualian, ditandai dengan konjungsi kecuali.
Contoh: Anda tidak boleh mengkonsumsi obat tersebut kecuali dengan persetujuan dokter.
5.    Tujuan
Hubungan tujuan terjadi sebagai pewujudan untuk menyatakan tujuan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan yaitu: agar dan sehingga.
Contoh: Agar naik kelas, kamu harus rajin belajar.
6.    Penambahan atau aditif
Penambahan berguna untuk menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan informasi dan pada umumnya digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Konjungsi yang digunakan yaitu: dan, juga, serta, selain itu.
Contoh: Tingkah lakunya menawan. Tutur katanya sopan. Murah senyum, jarang marah, dan tidak pernah berbohong. Juga tidak mau mempercakapkan orang lain. Selain itu, ia suka menolong sesama teman. Dan dia penyabar.
7.    Pilihan atau alternatif
Pilihan digunakan menyatakan pilihan antara dua hal. Konjungsi yang digunakan yaitu atau dan apa.
Contoh: Pelajaran apa yang lebih kamu suka IPA atau IPS?
8.    Harapan atau optatif
Konjungsi harapan digunakan untuk menyatakan harapan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan yaitu semoga, moga-moga.
Contoh: Semoga, dia lulus dengan nilai terbaik.
9.    Urutan atau sekuential
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan kesejajaran atau urutan waktu. Konjungsi yang digunakan yaitu setelah itu, lalu, kemudian, terus, mula-mula.
Contoh: Intan bangun tidur pukul 05.00, kemudian ambil air wudlu. Setelah itu dia menunaikan sholat subuh dengan khusyuk. Lalu tak lupa ia mengaji
10.    Syarat
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan syarat. Konjungsi yang digunakan yaitu: apabila dan jika.
Contoh: Jika bulan ini aku bisa bekerja lebih giat maka gajiku akan bertambah.
11.     Cara
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan cara.
Konjungsi yang digunakan yaitu: dengan cara.
Contoh: Mungkin dengan cara seperti ini, aku membantu beban keluarga.
Yang selanjutnya adalah kohesi leksikal. Kohesi leksikal yaitu perpaduan bentuk dalam struktur kata.


2.3 Kohesi Leksikal
Kohesi leksikal meliputi:

a.    Pengulangan atau repetisi
Repetisi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan hubungan konsesif antar kalimat. Hubungan ini dibentuk dengan mengulang satuan lingual.
Contoh: Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini.

b.    Sinonimi
Sinonimi merupakan persamaan makna kata.
Contoh: Hari pahlawan diperingati tiap 10 November. Mereka adalah pejuang bangsa yang rela mengorbankan jiwa raga demi kesatuan Negara Republik Indonesia. Jasa mereka selalu dikenang sepanjang masa.

c.    Antonim
Antonim merupakan perlawanan kata.
Contoh:
Dalam rangka menyambut peringatan kemerdekaan Republic Indonesia, warga setempat mengadakan kerja bakti. Bagi yang putri sebagian besar membawa sapu, sedangkan yang putra membawa sabit. Tak ketinggalan pula nenek maupun kakek ikut serta meramaikan peringatan tersebut.


d.    Hiponim
Hiponim merupakan sebuah pernyataan yang berpola umum-khusus
Contoh: Setiap hari Anita menyiram bunga di taman. Bermacam-macam bunga diantaranya mawar, melati, dahlia, dan anggrek.

e.    Kolokasi
Kolokasi merupakan sebuah pernyataan yang berpola khusus-umum.
Contoh: Bermula dari goresan bolpoin pada selembar kertas namanya sekarang tenar. Dari lembaran-lembaran kertas tersebut di gabung dalam satu buku. Buku tersebut menjadi perbincangan banyak orang karena banyak dimuat dalam majalah, koran, televisi. Berkat media massa, namanya menjadi terkenal.

f.    Ekuivalensi
Ekuivalensi merupakan kesejajaran dalam sebuah kalimat.
Contoh: Setiap hari aku belajar dengan rajin. Bu Narti sebagai guruku selain  mengajarkan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, beliau juga mengajarkan pendidikan moral.
Pada kondisi tertentu, unsur - unsur kohesi menjadi kontributor penting bagi terbentuknya wacana yang koheren ( Halliday dan Hassan, 1976; Gunawan Budi Santosa, 1998:28). Namun demikian pelu disadari bahwa unsur-unsur kohesi tersebut tidak selalu menjamin terbentuknya wacana yang uth dan koheren. Alasannya, pemakaian alat-alat kohesif dalam suatu teks tidak langsung menghasilkan wacana yang koheren ( Anton M. Moeliono, dkk, 1988: 322). Dengan kata lain, srtuktur wacana yang baik dan utuh harus memiliki syarat-syarat kohesi sekaligus koherensi.

BAB III
PENUTUP


3.1 Simpulan
bahwa Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moelino ( 1988:34)  menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep kohesif sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk.
Kohesi merupakan organisasi sintaktik, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Kohesi adalah hubungan antar kalimat di dalam wacana baik dalam strata gramatikal maupun dalam tataran leksikal.

3.2 Saran
Sebagai saran dalam makalah ini, semoga apa yang menjadi pembahasan dalam makalah ini dapat menjadi penuntun kita untuk mengetahui dan mempelajari kohesi dalam wacana. Agar kita dapat memadukan dengan baik suatu kalimat dengan kalimat yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Penyusun, tim. 2012. Wacana Bahasa Indonesia. Kendari: Universitas Haluoleo
http://books.google.co.id/books?id=GgUSxxXw0JIC&pg=PA595&lpg=PA595&dq=pengertian+wacana&source=bl&ots=1vXjJBDucY&sig=pJBtwu8jV02dAGE6x4FuF0G- (diakses 14 September 2013)
http://wiwiklistiawati.blogspot.com/.../wacana-bahasa-indonesia. (diakses 14 September 2013)
www.slideshare.net/.../pertemuan-6-kohesi-dan-koherensi. (diakses 14 September 2013)
www.slideshare.net/jaffhussin/konsep-kohesi-wacana. (diakses 12 September 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar